Jakarta (10/9). Pengasuh Pondok Pesantren Gadingmangu, Perak, Jombang, Ust. H. Nanang Ridwan, menekankan pentingnya ilmu agama di tengah derasnya perubahan zaman. Ia menyebut setiap bertambahnya masa, tantangan moral dan keimanan justru semakin berat.
“Setiap zaman yang bertambah akan membawa hal-hal yang lebih buruk. Karena itu, ilmu agama harus menjadi bekal penting untuk menghadapi kehancuran moral di era ini,” ujarnya dalam pengajian.
Menurutnya, ilmu agama juga menjadi benteng menghadapi kerusakan, cobaan, gangguan dan fitnah. Ia mengingatkan akan banyak cobaan yang bisa mengubah iman seseorang dalam waktu singkat. “Hanya orang yang memiliki ilmu agama yang bisa melindungi diri dari pengaruh negatif dan kemaksiatan. Kita harus berikan pondasi dan benteng yang kuat untuk generasi muda,” katanya.
Selain sebagai pelindung, ilmu agama juga berfungsi sebagai pemandu dalam menyikapi perkembangan teknologi. Ustaz Nanang menyebut, agama mampu memberikan arahan agar teknologi digunakan secara positif, bahkan dimanfaatkan untuk melahirkan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat dan negara.
Pesan itu kemudian diarahkan kepada generasi muda. Ia menyebut, anak muda adalah harapan bangsa sekaligus dambaan orang tua dan masyarakat. “Daripada hanya menjadi konsumen teknologi, generasi muda harus berani memberikan kontribusi besar. Bangsa ini butuh penerus perjuangan, butuh pemimpin yang bisa dibanggakan,” katanya.
Menurutnya, kontribusi generasi muda sangat menentukan masa depan negara. Tujuannya tidak lain untuk memajukan bangsa agar bisa diperhitungkan oleh negara lain.
Dalam kesempatan itu, Ust. Nanang juga menyampaikan motivasi. Ia mendorong generasi muda agar berani bermimpi besar. “Generasi muda punya kesempatan luas untuk bercita-cita setinggi langit dan bermanfaat bagi banyak orang. Cita-cita itu yang akan memotivasi untuk sukses dan berkualitas tinggi,” ujarnya.
Ia menekankan perbedaan hasil antara orang yang memiliki cita-cita dengan yang tidak. Menurutnya, orang yang bercita-cita tinggi akan meraih capaian lebih besar dibanding mereka yang tidak memiliki tujuan jelas.
Nanang kemudian memberikan sebuah analogi sederhana dengan dua gelas air. Gelas tanpa tanda batas diibaratkan sebagai seseorang yang hidup tanpa cita-cita—airnya hanya melebar tanpa arah. Sementara gelas dengan tanda batas menggambarkan orang yang memiliki tujuan jelas—airnya mengalir hingga batas akhir. “Perbedaannya sangat jelas. Orang yang punya cita-cita tinggi akan mendapat hasil lebih besar,” katanya menutup.