Setiap manusia pasti pernah mengeluh. Saat macet di jalan, saat pekerjaan menumpuk, bahkan saat hal-hal kecil tidak berjalan sesuai rencana. Sikap ini seolah sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari diri kita. Namun, pernahkah kita berpikir, mengapa begitu mudah bagi kita untuk mengeluh, tetapi begitu sulit untuk bersyukur?
Menurut Ust. Ryan Tirmidzi, seorang guru di Pondok Pesantren Gadingmangu, Jombang, Jawa Timur, manusia memang diciptakan dalam kondisi yang gelisah. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Al Quran yang menyebutkan, manusia memang mudah mengeluh saat ditimpa kesulitan. “Saat tertimpa kesulitan, kita mudah sekali mengeluh,” ujar Ustaz Ryan dalam sebuah program di LDII TV.
Namun, kecenderungan untuk mengeluh ini tidak hanya terjadi saat kita sedang berada dalam kesulitan. Ironinya, manusia justru sering lupa bersyukur ketika hidupnya dilimpahi kenikmatan. Saat berhasil meraih sesuatu, kita sering merasa bahwa itu adalah hasil dari usaha kita sendiri. Padahal, semua nikmat yang kita dapatkan adalah anugerah dari Allah. “Manusia itu sering lupa. Begitu dapat nikmat, dia merasa itu hasil usahanya sendiri. Padahal, semua datang dari Allah,” jelasnya.
Guru Pondok Pesantren Gadingmangu tersebut mengingatkan meskipun manusia memiliki kecenderungan untuk mengeluh ada pengecualian, yaitu mereka yang menjaga salatnya. Menurutnya, salat lebih dari sekadar ritual. Salat adalah latihan spiritual untuk membangun rasa syukur dan ketenangan batin. “Orang yang konsisten menjaga salatnya, dia akan lebih paham cara bersyukur. Dia sadar, setiap nikmat atau musibah itu ada maksud dari Allah,” tuturnya.
Untuk memperkuat poinnya, Ustaz Ryan mengisahkan Nabi Ayub yang terkenal dengan ketabahannya. Meski diuji dengan kehilangan harta benda, penyakit parah, dan penderitaan berkepanjangan, Nabi Ayub tidak pernah menyerah. “Bayangkan, Nabi Ayub kehilangan segalanya, tapi justru semakin giat ibadahnya. Dia sadar, musibah itu bukan hukuman, tapi jalan untuk semakin dekat kepada Allah,” ungkapnya. Kisah Nabi Ayub menjadi pengingat bahwa musibah bisa menjadi jalan bagi kita untuk lebih dekat kepada-Nya.
Ustaz Ryan mengajak kita untuk mulai memupuk rasa syukur, sekecil apa pun nikmat yang kita terima. Ia percaya bahwa rasa syukur memiliki dampak besar, baik secara spiritual maupun untuk kesejahteraan pribadi. “Kalau kita biasa melatih diri bersyukur, hidup jadi lebih tenang. Masalah tetap ada, tapi hati kita lebih kuat menghadapinya,” pungkasnya.
Jadi, Ia mengingatkan untuk para santri Pondok Pesantren Gadingmangu dan semuanya untuk selalu bersyukur atas apa yang dimiliki. Ketika hidup terasa berat dan keinginan untuk mengeluh muncul, mungkin saatnya untuk berhenti sejenak dan mulai bersyukur atas apa yang kita miliki. Dengan begitu, kita bisa menemukan ketenangan di tengah badai kehidupan. (Nabil)