Jakarta (1/10). Setiap tanggal 1 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila sebagai momen refleksi terhadap sejarah yang mengancam eksistensi ideologi bangsa. Ketua DPP LDII Singgih Tri Sulistiyono mendorong agar Pancasila dijadikan way of life (gaya hidup) dan living ideology (ideologi hidup) generasi muda.
Guru Besar Ilmu Sejarah di Universitas Diponegoro (UNDIP) itu menjelaskan, Hari Kesaktian Pancasila diperingati untuk mengenang peristiwa Gerakan 30 September (G30S) pada tahun 1965. Saat itu, sekelompok anggota militer yang dikaitkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) melakukan kudeta dengan menculik dan membunuh para jenderal dan perwira TNI AD serta korban-korban lain. Peristiwa ini dianggap sebagai ancaman serius terhadap eksistensi Pancasila sebagai dasar negara.
“Peristiwa tersebut mengancam eksistensi Pancasila sebagai dasar negara. Pada 1 Oktober diperingati karena hari itu pula pemerintah dan militer berhasil mulai mematahkan gerakan G30S. Peristiwa ini juga menegaskan bahwa Pancasila tetap tegak sebagai ideologi bangsa. Peringatan ini resmi ditetapkan melalui Keputusan Presiden No. 153/1967,” kata Singgih, Rabu (1/10/2025).
Singgih yang juga Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) LDII Jawa Tengah memaknai peringatan di awal bulan Oktober ini untuk meneguhkan Pancasila sebagai dasar negara, ideologi, dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Ia juga menekankan pentingnya menghormati jasa para pahlawan revolusi yang gugur dalam mempertahankan ideologi negara. Ia juga menekankan pentingnya menguatkan kesadaran nasional bahwa Pancasila mampu bertahan dan menghadapi ancaman ideologi lain.
Di era modern dengan dinamika perubahan yang cepat, termasuk kemajuan teknologi digital, tantangan yang Indonesia hadapi semakin kompleks. Penyebaran informasi palsu, ujaran kebencian, hingga polarisasi sosial menjadi ancaman nyata yang bisa merusak persatuan dan kesatuan masyarakat. Selain itu, ketidakpastian global, krisis ekonomi, dan perubahan iklim turut menuntut keteguhan pijakan nilai-nilai Pancasila.
“Pancasila tetap relevan sebagai pedoman. Pancasila mengajarkan kita untuk memajukan kemanusiaan tanpa mengorbankan persatuan dan keadilan sosial. Nilai-nilai ini harus tercermin dalam kebijakan pemerintah dan sikap warga. Momen ini diharapkan mendorong generasi bangsa untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Agar semua elemen bangsa waspada terhadap kekuatan global yang mengadu-domba sesama anak bangsa sehingga terjadi konflik dan peperangan,” ujarnya.
Hari Kesaktian Pancasila tahun 2025 secara nasional mengusung tema “Pancasila sebagai Perekat Kebhinnekaan untuk Indonesia Maju.” Sebagai bagian dari elemen bangsa, Ketua DPP LDII menyampaikan sejumlah harapan. Khususnya kepada generasi muda, agar menjadikan Pancasila sebagai gaya hidup dan ideologi yang diterapkan dalam perilaku sehari-hari.
“Kita jadikan Hari Kesaktian Pancasila sebagai titik tolak memperkuat komitmen dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Mari kita laksanakan kerja nyata tidak hanya dalam pembangunan fisik, tetapi juga dengan memperkokoh mental kebangsaan, moralitas, dan persatuan yang kokoh. LDII menafsirkan hal ini sebagai dorongan untuk terus mengedepankan dialog, toleransi, dan kerukunan antarumat beragama serta antargolongan, sehingga perbedaan menjadi sumber kekuatan, bukan perpecahan. Pihak-pihak yang masih mengkapitalisasikan keberagaman sebagai sumber konflik perlu dibina secara khusus,” tegas Singgih.
Komitmen LDII terhadap Pancasila juga diwujudkan melalui pengembangan nilai-nilai luhur dalam empat ranah kehidupan utama, yaitu pendidikan, sosial-budaya, ekonomi, dan digitalisasi generasi muda. Dalam bidang pendidikan, LDII aktif membentuk generasi yang religius, nasionalis, dan produktif.
Di bidang sosial dan budaya, nilai-nilai gotong royong, solidaritas, serta moderasi beragama terus dikembangkan sebagai bagian dari identitas bangsa. Dalam aspek ekonomi, LDII mendorong kemandirian umat melalui model ekonomi yang adil dan berkeadilan sosial, dengan menekankan bahwa demokrasi tidak hanya berhenti di bilik suara, tetapi juga harus hidup dalam struktur ekonomi masyarakat.
“LDII melihat peringatan ini sebagai momentum untuk memperkuat ketahanan nasional. Nilai Pancasila diharapkan mampu menjadi fondasi menghadapi tantangan global: radikalisme, konflik identitas, penetrasi budaya asing, hingga disrupsi teknologi,” kata Singgih.
Ia juga berharap Pancasila terus menjadi pedoman dalam membangun Indonesia yang tidak hanya kuat secara politik dan ekonomi, tetapi juga berdaulat secara budaya dan bermartabat di mata dunia. “LDII menegaskan pentingnya menjaga ukhuwah wathoniyah (persaudaraan kebangsaan) serta meningkatkan kewaspadaan terhadap bentuk perang modern atau proxy war di mana masyarakat Indonesia diadu domba agar saling bertikai,” pungkasnya.