(Jalan Menuju Kedamaian Hidup)
Oleh Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan
Kehidupan modern menghadirkan beragam tantangan: tuntutan pendidikan yang semakin tinggi, ekonomi yang kian kompetitif, kemajuan teknologi yang kian pesat, serta hubungan sosial yang makin kompleks. Dihadapkan pada arus deras perubahan seperti itu, sering kali melahirkan kerumitan baru yang membuat manusia terjebak dalam depresi: rasa cemas, gelisah, dan berujung kehilangan arah.
Bagi jiwa yang jernih, dengan menyemai kesadaran yang utuh akan gejala tersebut, menemukan hal berbeda di balik kerumitan itu. Ternyata di sana tersimpan undangan kehidupan untuk kembali pada intinya yaitu kesederhanaan. Kesederhanaan dalam berpikir, berperilaku dan menjalani hidup secara total. Kesederhanaan dalam berpikir bukanlah tanda kelemahan, melainkan kunci kedewasaan spiritual. Dengan pikiran yang sederhana, manusia dapat menerima kenyataan, membebaskan diri dari kekecewaan, dan menemukan kedamaian batin.
Penderitaan batin, walau banyak sumber penyebabnya, kerap bersumber dari pikiran yang kaku. Ciri pikiran kaku, utamanya cuma satu: selalu ingin memaksa kehidupan sesuai keinginannya . Ketika realitas melenceng sedikit saja, muncullah kekecewaan dan amarah. Apalagi jika gagal, parah luka batinnya. Padahal, sebagaimana diungkapkan filsuf Yunani kuno Epictetus, “Bukan peristiwa yang mengganggu manusia, melainkan cara manusia memandang peristiwa itu.” Pikiran yang kaku menjadikan realitas sebagai beban. Sebaliknya, pikiran yang lentur menjadikan realitas sebagai guru kehidupan sejati.
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيرٌ لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ ۗ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa di bumi dan pada dirimu melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah, agar kamu tidak berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan tidak terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (QS Al-Hadid: 22–23)
Belajar menerima hasil dengan penuh kesyukuran, apapun hasilnya, setelah berusaha sekuat tenaga adalah wujud keikhlasan. Usaha adalah bagian manusia, sedangkan hasil adalah kuasa Allah Yang Maha Kuasa. Keikhlasan inilah yang membuat jiwa ringan, mampu terbang tinggi tanpa beban. Ada hal-hal yang harus digedor dengan perjuangan, kerja keras dan kegigihan. Namun, banyak juga yang hanya cukup diterima dan layak disyukuri.
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللّٰهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan katakanlah: bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS At-Taubah: 105)
Banyak yang belum sadar, bahwa kerumitan hidup sebenarnya adalah jalan pulang menuju kesederhanaan. Menyederhanakan hidup berarti berani memperkecil jumlah faktor penyebab masalah, lalu memusatkan energi pada hal-hal yang bisa dilakukan. Dengan demikian, kesederhanaan bukanlah kemunduran, tetapi seni mengelola energi.
وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Dan Kami menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya); dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiyā’ [21]: 35)
Kesederhanaan dalam berpikir, berucap, dan bertindak menjadikan hidup lebih fokus, lebih tenang, dan lebih bermakna. Ia adalah taman yang indah, tempat bunga-bunga kedamaian mekar, sekaligus sumber solusi yang jernih dan bersih.
Banyak orang memberi istirahat pada tubuhnya, tetapi melupakan pikirannya. Pikiran yang tak pernah beristirahat sibuk membandingkan, menilai, dan menghitung tanpa henti. Akibatnya, lahirlah keresahan dan luka batin.
Mengistirahatkan pikiran berarti membiarkannya mengalir bersama hidup. Apa pun yang hadir—suka atau duka—diterima dengan lapang dada. Dalam kerangka ini, hidup bukanlah masalah yang harus dipecahkan, melainkan bunga indah yang patut disyukuri.
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللّٰهِ ۗ وَمَن يُؤْمِنۢ بِاللّٰهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (QS At-Taghābun: 11)
Psikiater Viktor Frankl , penulis Man’s Search for Meaning, menegaskan bahwa “Antara rangsangan dan respons ada ruang. Di dalam ruang itulah letak kebebasan dan kekuatan kita untuk memilih respons.” Menyederhanakan pikiran berarti memperbesar ruang itu, sehingga manusia mampu merespons hidup dengan tenang, bukan dengan reaksi yang terburu-buru.
Rasulullah ﷺ mengingatkan dalam sebuah hadist:
«مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا»
“Barangsiapa yang pagi-pagi berada dalam keadaan aman di rumahnya, sehat badannya, serta memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan dunia seluruhnya telah digenggamnya.” (HR. Tirmidzi)
Hadis ini memberikan tolok ukur sederhana tentang kebahagiaan: rasa aman, kesehatan, dan kecukupan. Dengan menyadari hal ini, manusia dibebaskan dari belenggu ambisi berlebihan, lalu diarahkan untuk bersyukur atas nikmat yang sudah ada.
Ada beberapa langkah praktik yang dapat ditempuh untuk melatih kesederhanaan berpikir:
- Berhenti mengeluh, banyak bersyukur. Keluhan hanya menambah beban jiwa. Dengan berhenti mengeluh, manusia membebaskan pikirannya dari racun yang melemahkan.
- Dekat dengan alam. Alam adalah guru kesederhanaan. Ia mengajarkan keseimbangan, kesabaran, dan keteraturan tanpa kata-kata.
- Pilih lingkungan yang baik. Bergaul dengan orang yang penuh cahaya akan membantu kita menumbuhkan cahaya dalam diri.
- Menebar senyum dan kebaikan. Senyum sederhana dapat menjadi cahaya bagi orang lain sekaligus obat bagi hati sendiri.
Kesederhanaan berpikir memungkinkan manusia mengubah keriuhan menjadi vitamin. Masalah bukan lagi musuh, melainkan sarana pendewasaan jiwa. Kesulitan menjadi pelajaran, dan keramaian hidup menjadi laboratorium pertumbuhan spiritual. Seperti sampah yang pada waktunya bisa berubah menjadi bunga, begitu pula keruwetan hidup dapat melahirkan kebijaksanaan.
Menyederhanakan pikiran adalah jalan strategis untuk menghadapi kerumitan dunia modern. Ia bukan berarti berhenti berusaha, tetapi fokus pada apa yang bisa dilakukan, sambil ikhlas menerima hasilnya. Seperti dikatakan Albert Einstein, “Segala sesuatu harus dibuat sesederhana mungkin, tetapi tidak boleh lebih sederhana dari itu.” Kesederhanaan yang benar adalah keseimbangan: cukup berusaha, cukup menerima, cukup bersyukur. Dengan kesederhanaan, manusia tidak hanya menemukan kedamaian di tengah riuhnya kehidupan, tetapi juga menumbuhkan kebijaksanaan untuk menuntun langkah menuju kebahagiaan sejati.


AJKH Mas Kus. Semoga Allah paring manfaat dan barokah