Jakarta (17/11). Ketua DPP LDII Rubiyo menegaskan pentingnya inovasi teknologi dalam budidaya kakao dan kopi, untuk meningkatkan produktivitas sekaligus memperbaiki mutu hasil perkebunan nasional. Selain itu mendongkrak pendapatan petani, meningkatkan ekspor dan daya saing komoditas perkebunan, serta memperkuat ketahanan pangan nasional.
Hal itu disampaikan dalam kegiatan “Webinar Bimbingan Teknis Ketahanan Pangan Nasional” yang dihelat DPP LDII pada Minggu (16/11), “Kakao merupakan salah satu komoditas pangan penyegar yang sejak abad ke-19 menjadi incaran kolonial bersama kopi, karet, dan gula. Saat ini Indonesia menempati posisi sebagai produsen kakao terbesar ketujuh di dunia. Namun harga kakao yang berada pada kisaran Rp80.000–Rp100.000 per kilogram belum sejalan dengan mutu biji yang masih rendah, akibat minimnya proses fermentasi dan rendahnya pemahaman teknis petani,” ujarnya.
Menurutnya, produktivitas rata-rata kakao nasional masih stagnan di angka 700 kilogram biji kering per hektare per tahun. Oleh karena itu, LDII memperkenalkan inovasi perbanyakan tanaman melalui teknik generatif (biji) dan vegetatif (stek). Ia menekankan bahwa teknik okulasi atau budding mampu menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik serta mutu buah yang seragam.
Rubiyo yang juga profesor riset Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) itu mengingatkan bahwa kakao berasal dari hutan hujan tropis Amazon, sehingga memerlukan tanaman penaung seperti lamtoro, kelapa, atau gamal. “Kelapa, selain berfungsi sebagai penaung, juga memberikan nilai ekonomi tambahan. Kakao sendiri mulai berproduksi pada usia 2,5 hingga 3 tahun, dan memiliki manfaat ekologis bagi tanah serta ketersediaan air,” ujarnya.
Selain kakao, ia memaparkan karakteristik kopi yang terdiri atas tiga jenis utama di Indonesia, yaitu robusta, arabika, serta kelompok liberika–ekselsa. “Akar serabut tanaman kopi dinilai efektif mencegah erosi, banjir, dan longsor. Untuk menghasilkan kualitas kopi terbaik, buah harus dipanen pada kondisi merah sempurna,” paparnya.
Ia mengatakan keberhasilan budidaya kopi ditentukan oleh niat petani, serta kondisi lahan yang idealnya berada di dataran tinggi agar terhindar dari serangan jamur.
Rubiyo telah meneliti kopi dan kakao, yang ditulis dalam 125 karya ilmiah tentang varietas benih tanam seperti kopi dan kakao. Menurutnya, pemilihan klon dan varietas harus disesuaikan dengan ketinggian serta iklim setempat. Inovasi teknologi budidaya dan penggunaan benih bermutu, menurutnya menjadi komponen utama peningkatan mutu dan produktivitas kakao dan kopi.
“Inovasi teknologi mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat sekaligus melestarikan lingkungan, khususnya tanah dan air,” ujar peneliti utama bidang pemuliaan dan genetika tanaman itu. (Nisa)












