Jakarta (21/12). DPP LDII menggelar forum diskusi terpumpun (FGD) Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) sekaligus perintisan Sekolah Aman Nyaman Menggembirakan (SANM) pada Sabtu (20/12). Pelatihan yang dilaksanakan secara hybrid ini diikuti ratusan peserta dari berbagai kalangan dan institusi pendidikan, mulai dari pengurus DPD LDII, guru bimbingan konseling, hingga pengelola pondok pesantren dan boarding school dari berbagai daerah di Indonesia.
Dalam sambutannya, Ketua DPP LDII yang juga Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof. Rubiyo, menyampaikan, FGD TPPK dan perintisan SANM ini bertujuan memperkuat kapasitas satuan pendidikan dalam mencegah dan menangani kekerasan, sekaligus memastikan terwujudnya lingkungan belajar yang aman bagi peserta didik. “Sejak awal berdiri, LDII menempatkan pendidikan sebagai sektor yang memiliki peran krusial dalam pembentukan karakter generasi bangsa,” ucapnya.

Menurut Rubiyo, tantangan dunia pendidikan saat ini semakin kompleks, terutama terkait meningkatnya kasus kekerasan seksual dan perundungan di lingkungan pendidikan. Oleh karena itu, perlindungan anak harus menjadi prioritas yang tidak bisa ditawar dalam pengelolaan satuan pendidikan. Ia menilai pembentukan dan penguatan TPPK merupakan langkah nyata LDII dalam merespons tantangan tersebut.
“Diperlukan kerja sama lintas pihak, mulai dari pendidik, orang tua, hingga masyarakat, agar upaya pencegahan dan penanganan kekerasan dapat berjalan efektif, dengan menempatkan korban sebagai prioritas utama,” tegas Rubiyo.
Dalam sesi pemaparan materi, anggota Departemen Pengabdian Masyarakat DPP LDII, Rio Azadi, yang juga menjadi pemateri dalam kegiatan tersebut, menjelaskan kembali program TPPK serta mekanisme pencegahan dan penanganan kasus kekerasan di lingkungan sekolah dan pondok pesantren.
Menurut Rio Azadi, keberadaan TPPK tidak hanya bersifat administratif, tetapi harus benar-benar berfungsi sebagai sistem perlindungan yang responsif dan berpihak pada korban. “TPPK harus mampu bekerja secara cepat, terkoordinasi, dan berlandaskan empati, agar setiap kasus dapat ditangani dengan tepat serta mencegah terjadinya kekerasan berulang,” ujarnya.

Diskusi kasus menjadi bagian utama kegiatan yang dipandu oleh pemateri, dengan melibatkan psikolog, pihak sekolah, ahli hukum, serta peserta secara aktif. Sesi tanya jawab juga membuka ruang bagi peserta untuk berbagi pengalaman, kendala, serta strategi yang telah diterapkan di masing-masing lembaga pendidikan.
Melalui pelatihan ini, DPP LDII berharap para pengelola pendidikan di bawah naungannya mampu mengimplementasikan TPPK secara efektif serta mendukung perintisan SANM 2025 sebagai komitmen bersama dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan menggembirakan.













