Salatiga (21/9). DPD LDII Kota Salatiga menghadiri Focus Group Discussion (FGD) Pencegahan Konflik Paham Keagamaan Islam yang diinisiasi Kementerian Agama Kota Salatiga melalui Seksi Bimbingan Masyarakat Islam. Acara berlangsung di Aula Pusat Layanan Haji dan Umrah Terpadu, Jalan Diponegoro No. 136, Salatiga, pada Selasa (9/9/2025).
Kegiatan ini melibatkan tokoh agama, akademisi, dan perwakilan organisasi keagamaan. Dari LDII hadir Ketua DPD LDII Salatiga Siswarsono dan Sekretaris DPD LDII Salatiga Yoyok Sukardiyo. Forum tersebut menjadi bagian dari upaya bersama menjaga kerukunan umat di Kota Salatiga yang dikenal multikultural.
Acara dibuka Kepala Kemenag Kota Salatiga, Wiharso. Ia menekankan perbedaan merupakan sunnatullah yang wajib dijaga bersama. “Kita tidak menghadiri kegiatan agama lain bukan berarti tidak setuju, tetapi salah jika menghalangi kegiatan agama lain,” ucapnya.
FGD menghadirkan Guru Besar Fakultas Syariah UIN Salatiga, Ilyya Muhsin, sebagai narasumber. Ia memaparkan sejumlah faktor pemicu konflik keagamaan, seperti perbedaan tafsir, fanatisme berlebihan, politik identitas, provokasi, lemahnya pendidikan multikultural, hingga warisan sejarah. “Konflik muncul bukan hanya karena perbedaan keyakinan, melainkan minimnya ruang dialog antarumat,” ujarrnya.
Ilyya menawarkan solusi dengan memperkuat literasi keagamaan moderat, meningkatkan pendidikan multikultural, serta menegakkan hukum secara adil. Ia menilai organisasi keagamaan memiliki peran penting untuk menumbuhkan teladan toleransi, mendorong dialog lintas iman, dan menciptakan suasana damai. “Perbedaan seharusnya menjadi peluang memperkaya khazanah bangsa, bukan sumber perpecahan,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua DPD LDII Kota Salatiga, Siswarsono, menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya acara ini. Ia menilai kegiatan ini menjadi ruang penting bagi seluruh elemen masyarakat untuk duduk bersama, saling bertukar pandangan, dan mencari titik temu dalam menjaga kerukunan antarumat beragama di Kota Salatiga.
Menurutnya, Salatiga merupakan kota yang dikenal multikultural, di mana keberagaman agama, budaya, dan tradisi hidup berdampingan. Kondisi ini merupakan anugerah sekaligus tantangan.
“Kerukunan tidak boleh hanya dijaga dalam tataran simbolik, tetapi harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Dialog seperti FGD ini sangat bermanfaat untuk memperkuat pemahaman bersama, agar setiap perbedaan tidak menjadi pemicu konflik, melainkan sarana memperkaya persaudaraan,” kata Siswarsono.
Siswarsono menambahkan, generasi muda harus mendapat perhatian khusus agar mampu memahami nilai toleransi dan menjauhi sikap ekstrem. Pendidikan multikultural, literasi keagamaan yang moderat, serta pembinaan karakter menjadi kunci agar mereka tumbuh sebagai generasi yang siap menghadapi perbedaan dengan bijak. “Generasi muda adalah aset bangsa, mereka harus dibekali dengan karakter yang kuat agar tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu intoleransi maupun ujaran kebencian,” tegasnya.
Ia juga menegaskan komitmen LDII Kota Salatiga untuk terus mendukung langkah pemerintah dalam menjaga stabilitas sosial dan kerukunan umat. Melalui program pembinaan umat, pengajian, serta kerja sama lintas organisasi, LDII berupaya menciptakan suasana damai yang memberi manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat. “Kami percaya, dengan sinergi yang kuat antara pemerintah, tokoh agama, akademisi, dan masyarakat, Salatiga akan tetap menjadi kota yang damai, harmonis, dan menjadi teladan toleransi bagi daerah lain di Indonesia,” pungkasnya.