Pengasuh Pondok Pesantren Al Ubaidah Kertosono, Habib Ubaidillah Al Hasany menjelaskan cara bersyukur dalam kesulitan melalui program Oase Hikmah di kanal LDII TV. Habib Ubaid, sapaan akrabnya, menekankan hubungan erat antara ketetapan Allah, ikhtiar, dan keimanan.
Habib Ubaid memaparkan makna takdir, doa, dan bentuk syukur dalam kondisi lapang maupun saat ditimpa ujian. Ia menyampaikan seluruh kejadian yang berlangsung di dunia sudah ditetapkan oleh Allah jauh sebelum penciptaan langit dan bumi.
Menurutnya, ketetapan tersebut meliputi seluruh kehidupan makhluk secara umum dan personal. Dalam penjelasan itu, ia menekankan setiap takdir tidak berdiri sendiri, sebab doa seorang hamba juga termasuk bagian dari takdir.
Habib Ubaidillah menuturkan Allah menetapkan keberhasilan seorang hamba sekaligus menanamkan dalam dirinya dorongan untuk berdoa. Prinsip itu mengikat hubungan takdir dan ikhtiar agar seorang hamba tetap bersandar pada Allah dalam setiap kebutuhan dan harapan.
Ia menambahkan segala pemberian Allah kepada orang beriman telah disusun sebagai jalan terbaik bagi keimanan mereka. Menurutnya, hambatan dan ujian kerap hadir sebagai cara untuk menjaga konsistensi ibadah serta memastikan seorang hamba tetap berada dalam ketaatan sampai akhir hayat.
Dalam kesempatan sama, ia menjelaskan perbedaan takdir antarindividu. Ada hamba yang lebih terjaga imannya dalam kondisi fakir, sementara sebagian lain lebih baik imannya ketika diberi kecukupan. Begitu pula kondisi sehat dan sakit, di mana masing-masing memiliki takaran terbaik untuk menjaga iman seseorang.
“Sebagian orang lebih kuat imannya saat dalam kesempitan, sebagian lain ketika dalam kelapangan. Jika kondisinya ditukar, bisa menjadi sebab lemahnya keimanan bahkan tergelincir,” ujarnya.
Ia kemudian menguraikan bentuk syukur. Dalam kondisi lapang, seseorang wajib memuji Allah dengan lisan dan menambah amal ibadah sebagai bentuk ketaatan. Syukur diwujudkan melalui ibadah fardu yang konsisten serta amalan sunah yang ditingkatkan.
Habib Ubaidillah mencontohkan keteladanan Nabi Muhammad yang senantiasa melaksanakan salat malam sebagai bentuk syukur meski sudah dijamin ampunan. Menurutnya, syukur tidak berhenti pada ucapan, namun diwujudkan dalam amal ibadah yang terukur dan berkelanjutan.
Ia menekankan nilai tertinggi syukur hadir ketika seseorang mampu tetap memuji dan mengagungkan Allah saat menghadapi kejadian yang tidak disukai, termasuk musibah dan kesempitan. Contoh keteladanan itu ditunjukkan Nabi Ayub yang tetap bersabar dan bersyukur meski diuji sakit dalam waktu panjang.
Dalam penutupnya, ia mengajak penonton LDII TV memahami takdir dengan hati yang lapang, memperbanyak doa, dan menjaga ibadah, baik dalam kelimpahan rezeki maupun saat menghadapi ujian.
—
Sumber:
(tayang pada 6 April 2022 di Youtube LDII TV)
 
			 
			

 
							








