Lembaga Dakwah Islam Indonesia
  • HOME
  • ORGANISASI
    • Tentang LDII
    • AD / ART LDII
    • 8 Pokok Pikiran LDII
    • Susunan Pengurus DPP LDII 2021-2026
    • Fatwa MUI
    • Daftar Website LDII
    • Video LDII
    • Contact
  • RUBRIK
    • Artikel
    • Iptek
    • Kesehatan
    • Lintas Daerah
    • Organisasi
    • Opini
    • Nasehat
    • Nasional
    • Seputar LDII
    • Tahukah Anda
  • LAIN LAIN
    • Kirim Berita
    • Hitung Zakat
    • Jadwal Shalat
No Result
View All Result
  • HOME
  • ORGANISASI
    • Tentang LDII
    • AD / ART LDII
    • 8 Pokok Pikiran LDII
    • Susunan Pengurus DPP LDII 2021-2026
    • Fatwa MUI
    • Daftar Website LDII
    • Video LDII
    • Contact
  • RUBRIK
    • Artikel
    • Iptek
    • Kesehatan
    • Lintas Daerah
    • Organisasi
    • Opini
    • Nasehat
    • Nasional
    • Seputar LDII
    • Tahukah Anda
  • LAIN LAIN
    • Kirim Berita
    • Hitung Zakat
    • Jadwal Shalat
No Result
View All Result
Lembaga Dakwah Islam Indonesia
No Result
View All Result
Home Dari Kami Nasehat

Menggenggam yang Abadi

2025/07/21
in Nasehat
3
Ilustrasi Menggenggam.

Ilustrasi Menggenggam.

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

(Menemukan Arah di Tengah Ketidakpastian)

Di tengah derasnya arus zaman yang serba cepat, segalanya tampak berubah dalam sekejap. Apa yang kemarin belum ada, hari ini sudah menjelma nyata, dan besok mungkin telah beralih rupa. Nilai-nilai, norma, bahkan sesuatu yang dahulu diyakini sebagai kebenaran kini seolah sedang ditinjau ulang dan dipertanyakan. Keyakinan yang dulunya kukuh mulai tergores keraguan. Apa yang dulu dijunjung tinggi, kini dipertanyakan kembali: benarkah ia begitu? Maka tak heran bila kita sebagai manusia kadang merasa limbung—terguncang, terpengaruh, bahkan tergoda oleh riuhnya perubahan.

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ مَنْ يَضِلُّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allâh. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persanggkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja. Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk.” [QS Al-An’am:116-117]

Namun justru dalam pusaran itulah, jiwa merintih mencari pegangan yang tak tergoyahkan. Dengan arah yang lebih dalam dan pasti. Sebuah arah yang tidak dibentuk oleh tren sesaat, tidak ditentukan oleh sorakan mayoritas, dan tak lekang oleh pergantian musim. Yang kita butuhkan bukan sekadar arah luar, tapi petunjuk batin yang kokoh—penyangga jiwa yang memampukan kita tetap berdiri tegak walau angin zaman mengamuk hebat. Ia bukan hanya kompas untuk berjalan, tapi juga jangkar untuk bertahan. Dan dari situlah kekuatan sejati lahir: saat luar boleh goyah, namun dalam tetap teguh bertahan.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَا لَكُمْ اِذَا قِيْلَ لَكُمُ انْفِرُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اثَّاقَلْتُمْ اِلَى الْاَرْضِۗ اَرَضِيْتُمْ بِالْحَيٰوةِ الدُّنْيَا مِنَ الْاٰخِرَةِۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا فِى الْاٰخِرَةِ اِلَّا قَلِيْلٌ

“Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu, “Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allâh” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.” [QS at-Taubah:38]

Ketika dunia berlari begitu cepat, melampaui akal dan ritme batin, sebuah pertanyaan sederhana sering menyelinap dari lubuk hati: “Apa yang masih bisa digenggam?” Segala hal tampak berubah—tren datang silih berganti, opini publik bagaikan gelombang yang tak pernah tenang. Namun di tengah pusaran itu, ada sesuatu yang tak ikut larut: prinsip-prinsip abadi. Mereka tak tunduk pada waktu, tak layu oleh musim, tak lekang oleh sunyinya perhatian. Ia hidup dalam keheningan, tapi menguatkan jiwa dalam badai kehidupan.

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَدٰوةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهٗ وَلَا تَعْدُ عَيْنٰكَ عَنْهُمْۚ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَلَا تُطِعْ مَنْ اَغْفَلْنَا قَلْبَهٗ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوٰىهُ وَكَانَ اَمْرُهٗ فُرُطًا

“Bersabarlah engkau (Nabi Muhammad) bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan petang hari dengan mengharap keridaan-Nya. Janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia. Janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya melewati batas.” (QS Al-kahfi:28)

Prinsip-prinsip ini bukan rekaan zaman, melainkan warisan dari cahaya wahyu yang diturunkan dengan cinta para nabi, dituturkan dalam kisah-kisah penuh hikmah dari para bijak bestari, dan dijaga oleh kehidupan orang-orang saleh yang tulus. Seperti sabar dalam derita, jujur dalam kesunyian, atau menahan prasangka di saat kabar simpang siur begitu menggoda. Seperti pula rasa syukur yang mekar meski hidup tak mewah, atau silaturahmi yang dijalin tanpa menunggu undangan. Nilai-nilai ini tidak ramai di panggung dunia, tapi ia kuat menopang panggung kehidupan.

Dan justru di saat hidup terasa paling gersang—saat logika tak memberi jawab, saat dunia seakan menjauh—nilai-nilai inilah yang menjadi oase. Ia tak mencolok, namun menyejukkan. Ia tak viral, tapi vital. Mereka bukan hanya menghiasi batin, tapi menegakkan martabat manusia. Di dalamnya, kita menemukan kembali arah, rasa cukup, dan kekuatan untuk tetap manusiawi di dunia yang makin kehilangan wajahnya.

أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِنْ رَبِّهِ ۚ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan oleh Allâh hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabb-nya (sama dengan orang yang hatinya keras)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang hatinya keras untuk mengingat Allâh. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” [QS az-Zumar:22]

Inilah warisan sejati yang ditinggalkan oleh para nabi, para alim-ulama yang bening hatinya, para orang tua yang diam-diam bijak, dan generasi terdahulu yang merenda hidup dengan benang akhlak mulia. Mereka tidak mewariskan mesin-mesin canggih atau kecakapan mengejar dunia, tetapi memberikan sesuatu yang jauh lebih bernilai: kebijaksanaan dalam menghadapi hidup. Mereka tidak mengajarkan cara menjadi yang tercepat, terhebat, atau paling menonjol, melainkan bagaimana tetap berdiri tegak ketika dunia berputar terlalu kencang. Dalam diam mereka, terkandung pelajaran yang tak tertulis—bahwa kekuatan bukanlah tentang memegang dunia, tapi tentang menjaga utuhnya jiwa.

Tak semua dari mereka memberi nasihat panjang, bahkan seringkali tidak berkata-kata. Namun hidup mereka sendiri adalah kitab yang terbuka, mengajarkan kita lewat kesederhanaan yang tulus. Seolah mereka berbisik dari balik laku: “Hiduplah dengan cara yang membuat jiwamu tetap utuh, meski dompetmu kosong. Tetap bersinar meski tak dikenal. Tetap bernilai meski dunia menawar harga yang rendah.” Dan dari keteladanan itulah kita belajar, bahwa warisan terbaik bukanlah yang terlihat, melainkan yang tertanam—di hati, di sikap, dan dalam cara kita memaknai hidup.

وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ

“Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77)

Dalam bahasa spiritual, menggenggam yang abadi berarti menjaga hati agar senantiasa terpaut dan tersambung terus kepada Tuhan. Sebab hanya hubungan yang vertikal—antara jiwa dan Sang Pencipta—yang mampu menjadi poros penyeimbang di tengah pusaran horisontal dunia yang kian tak menentu. Ketika nilai-nilai eksternal mulai memudar dan tak lagi memberi pijakan yang kokoh, maka nilai-nilai batin internallah yang menjadi jangkar penyelamat. Di sanalah kita menemukan ketenangan yang tak ditawarkan dunia, dan kekuatan yang tak bisa diukur oleh ukuran apapun di dunia.

Itulah mengapa para arif dan jiwa-jiwa bijak selalu menekankan pentingnya zikir yang menenangkan dan menghidupkan hati, tafakur yang menajamkan mata dan telinga, muhasabah yang membersihkan jiwa – raga, dan ikhlas yang melepaskan beban dunia. Bukan karena mereka ingin lari dari kenyataan, melainkan justru agar tetap sadar dan jernih menapaki kenyataan dengan penerimaan yang mendalam. Dalam dunia yang terus berubah, praktik-praktik batin ini menjadi kompas yang menunjuk arah pulang—menuju kedalaman diri, dan pada akhirnya, menuju ke hadirat Ilahi.

Bukan kebetulan jika banyak orang yang sampai di garis akhir kehidupan dengan selamat, bukan karena kepandaian mereka yang luar biasa atau jejaring yang luas, melainkan karena kejernihan hati dan ketenangan langkah yang mereka rawat sepanjang perjalanan. Imam Al-Ghazali pernah mengingatkan bahwa kemuliaan sejati bukan terletak pada ilmu semata, tetapi pada kebersihan hati dan keikhlasan amal. Dalam dunia yang penuh hiruk-pikuk pencapaian, justru merekalah yang tampak sederhana namun kuat, yang mampu melewati senja dengan tenang.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْاۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَࣖ

“Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu, kuatkanlah kesabaranmu, tetaplah bersiap siaga di perbatasan (negerimu), dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS Ali Imran:200)

Sayyidina Ali mengajarkan bahwa kekuatan sejati bukan pada genggaman, tapi pada kemampuan menahan diri dan ridha kepada takdir. Mereka yang hatinya lapang, yang tidak silau oleh dunia, mampu melangkah tanpa tergesa dan bersandar pada Yang Maha Kekal. Seperti pesan Rumi, bukan kecerdasan yang membawa jiwa mendekat pada Tuhan, melainkan kejernihan hati yang membuka jalan. Maka ketika hidup mulai menyempit, kita pun tahu ke mana harus kembali: pada hening yang menguatkan, dan pada hati yang tidak pernah lelah mencintai-Nya.

Uraian panjang ini, sebenarnya sedang mengajak kita untuk satu hal yang sangat mendasar: kembali ke dalam. Kembali ke suara hati. Kembali kepada nilai yang sejati. Karena di dunia yang makin ramai, suara yang paling bisa menyelamatkan kita adalah suara yang paling pelan—suara dari dalam diri sendiri. Dan suara itu hanya bisa terdengar jika kita cukup diam, cukup jujur, dan cukup sabar untuk mendengarnya. Maka mari terus rawat ruang batin kita: dengan disiplin informasi, dengan latihan kemandirian, dengan titik diam yang memberi tumbuh, dan dengan pegangan-pegangan abadi yang tidak mudah ditawar oleh zaman.

Semoga kita semua, meski hidup di zaman banjir informasi, tetap bisa menjadi manusia yang utuh, jernih, merdeka, dan bermakna. Aamiin.

Tags: menggenggam yang abadinasehat rasa cukup

Comments 3

  1. Erwin says:
    10 hours ago

    ALHAMDULILLAH JAZAKALOHUKHOIRO

    Reply
  2. amel says:
    8 hours ago

    ini tulisannya Bapak Faidzunal, ya? Alhamdulillah jazakumullohu khoiro

    Reply
  3. Luluk Muti'a Ningsih says:
    3 hours ago

    Aamiin 💙..
    Alhamdulillahi jaza kumullohu khoiro sdh diingatkan💙. Semoga kita selalu dekat dengan Alloh💙

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

DPP LDII

Jl. Tentara Pelajar No. 28 Patal Senayan 12210 - Jakarta Selatan.
Telepon: 0811-8604544

SEKRETARIAT
sekretariat[at]ldii.or.id
KIRIM BERITA
berita[at]ldii.or.id

BERITA TERKINI

  • Kemenag Salatiga Dorong Sinergi Ormas Cegah Konflik Keagamaan July 21, 2025
  • SMA Generasi Unggul Gelar MPLS Kenalkan Nilai-Nilai Ke-LDII-an Kepada Siswa Baru July 21, 2025
  • LDII Wonosari Raih Juara Pertama Liga Futsal LDII Gunungkidul 2025 July 21, 2025

NAVIGASI

  • Home
  • Contact
  • Jadwal Shalat
  • Hitung Zakat
  • Privacy Policy
  • NUANSA PERSADA

KATEGORI

Kirim Berita via Telegram

klik tautan berikut:
https://t.me/ldiibot

  • Home
  • Contact
  • Jadwal Shalat
  • Hitung Zakat
  • Privacy Policy
  • NUANSA PERSADA

© 2020 DPP LDII - Managed by KIM & IT Division.

No Result
View All Result
  • HOME
  • ORGANISASI
    • Tentang LDII
    • AD / ART LDII
    • 8 Pokok Pikiran LDII
    • Susunan Pengurus DPP LDII 2021-2026
    • Fatwa MUI
    • Daftar Website LDII
    • Video LDII
    • Contact
  • RUBRIK
    • Artikel
    • Iptek
    • Kesehatan
    • Lintas Daerah
    • Organisasi
    • Opini
    • Nasehat
    • Nasional
    • Seputar LDII
    • Tahukah Anda
  • LAIN LAIN
    • Kirim Berita
    • Hitung Zakat
    • Jadwal Shalat

© 2020 DPP LDII - Managed by KIM & IT Division.