Oleh: Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan.
Setiap kali mengunjungi dokter gigi, setiap kali itu pula seperti mendapat pencerahan baru. Tetapi tetap saja membandel. Mengulang dan mengulangnya lagi. Pertama, adanya perasaan malu. Bolak-balik berurusan dengan kotoran gigi. Walau secara warna menarik, seperti emas katanya, tetapi itu tanda tidak baik. Karena bertumpuknya karang gigi. Apalagi kalau dihubungkan dengan bab thoharoh – bersuci dengan wudhu ketika akan shalat. Tambah malu lagi jadinya. Masak, tak bisa menjaga kebersihan. Artinya tidak bisa meneladani titah Kanjeng Nabi (ﷺ) ini. Dan malu terus berlalu.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ “ لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي – لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
Dari Abi Hurairah dari Nabi (ﷺ) bersabda; ‘Seandainya tidak memberatkan ummatku, maka aku perintahkan bersiwakan setiap ambil wudhu untuk sholat.’ (HR Muslim)
Yang kedua, rasa takut. Trauma nyilu dan berbagai rasa sakit yang menyertainya. Vibrator dan semprotan air bertekanan ternyata menimbulkan nyeri juga. Belum bercampurnya darah dan air beserta gemericiknya sedotan pembersihnya, menambah trauma telinga ketika secara dekat mendengarnya. Tapi, mau tak mau harus ke sana untuk menjaga kesehatannya. Anjurannya 6 bulan sekali, tetapi saya sering melanggarnya. Dan karang gigi ini tumbuh dan tumbuh lagi sesukanya. Bagaimanapun merawatnya, sesering apapun menggosoknya, sebanyak mungkin berkumurnya, karang itu tetap timbul dan menempel di gigi. Bahkan sudah ditambah berkumur dengan anti plak, selain pasta gigi yang bermerek. Sudah bawaan. Apa mau dikata.
Setiap duduk 60 menit di kursi pesakitan itu, seakan timbul kesadaran panjang akan arti pentingnya gigi. Dalam ”keterbukaan” mulut seperti itu, terbayang betapa hebatnya dokter gigi ini. Sebab, selain mampu menjaga kesehatan gigi, dia bisa membuat mulut seseorang tidak berbicara beberapa saat. Setidaknya membuat mulut berhenti bicara jelek dan kotor dan mengeluarkan kotoran gigi. Bagaiamana mau bicara, untuk melaporkan rasa nyeri akibat operasi pun hanya diminta dengan tunjuk jari tangan saja. Walaupuan mungkin masih bisa mengumpat, menggerutu maupun memaki, tapi cukup di dalam hati. Maka berapapun harga yang harus dibayar, rasanya cukup murah. Apalagi dikaitkan dengan pentingnya diam dan berbicara yang baik saja. Pun juga kesehatan.
Pencerahan selanjutnya, yang ketiga, ialah pentingnya mengendalikan mulut dalam arti yang lebih luas lagi. Pengendalian mulut yang sebenarnya. Sebab, banyak akibat jelek yang tidak diinginkan karena ketidakmampuan seseorang menjaga mulut ini. Banyak omong, sehingga terpeleset dan menyakiti orang lain. Banyak bicara sehingga banyak hati yang terluka. Semua akibat mulut yang tidak bisa diam. Coba perhatikan di sekeliling kita, banyak permasalahan yang asal – muasalnya hanya karena ketidakmampuan menjaga dan menutup mulut saja. Kesalahpahaman, pertengkaran, perselisihan maupun perseteruan. Bahkan pembunuhan sekali pun, acap kali dimulai hanya gegara mulut.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah (ﷺ) bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Muslim)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم” لاَ تُكْثِرُوا الْكَلاَمَ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ فَإِنَّ كَثْرَةَ الْكَلاَمِ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ قَسْوَةٌ لِلْقَلْبِ وَإِنَّ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنَ اللَّهِ الْقَلْبُ الْقَاسِي”
Dari Ibnu Umar, dia berkata; Rasulullah (ﷺ) bersabda; ”Janganlah kalian banyak bicara yang bukan dzikir kepada Allah. Karena banyak bicara, yang bukan dzikir kepada Allah membuat hati menjadi keras. Dan orang yang paling jauh dari Allah adalah orang yang berhati keras.” (HR At-Tirmidzi)
Bagi yang belum sadar betul akan arti pentingnya diam dan kesusahan untuk mengelola mulut, menuju menajemen diam, rasanya perlu mencoba untuk sering-sering datang ke dokter gigi. Rasakan sensasinya. Rasakan ketidakberdayaannya. Beberapa waktu yang lalu saya bahkan sempat mengunjungi dokter bedah mulut untuk mencabut gigi geraham terakhir yang sungsang. Mau tahu bagaimana rasanya? Hampir sebulan saya puasa bicara. Untuk buka mulut saja sakit. Makan pun hanya bubur dan yang lunak-lunak. Sebab njarem – membekas – karena habis diodel – odel dan menganga selama dua jam penuh untuk operasi itu. Ditambah lagi pas operasi berjalan malah mati lampu. Tambahlah ketegangan, karena beralihnya sumber tenaga. Walau sebentar tetapi tetap terasa tambah panjang. Selama operasi sih biasa saja. Sakit pun tidak. Pasca operasi, baru merasakan penderitaan yang sebenar-benarnya.
Nah, berawal dari sini, jagalah mulut ini selalu. Jika kesulitan untuk terus diam dan berkata yang baik, isilah ia dengan dzikrullah dan amar ma’ruf nahi mungkar. Kalau perlu sering-sering berkunjung ke dokter gigi, agar gigi sehat, mulut juga sehat. Jadikanlah mulut jadi sarana yang indah dan sehat dalam beribadah. Sebab – kata Nabi (ﷺ) – banyak orang yang tidak selamat di akhirat sana lantaran tidak bisa menjaga mulutnya.
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، قَالَ كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي سَفَرٍ فَأَصْبَحْتُ يَوْمًا قَرِيبًا مِنْهُ وَنَحْنُ نَسِيرُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ وَيُبَاعِدُنِي مِنَ النَّارِ . قَالَ ” لَقَدْ سَأَلْتَنِي عَنْ عَظِيمٍ وَإِنَّهُ لَيَسِيرٌ عَلَى مَنْ يَسَّرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ تَعْبُدُ اللَّهَ وَلاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصُومُ رَمَضَانَ وَتَحُجُّ الْبَيْتَ ” . ثُمَّ قَالَ ” أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ الصَّوْمُ جُنَّةٌ وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ وَصَلاَةُ الرَّجُلِ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ ” . قَالَ ثُمَّ تَلاََ: تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ حَتَّى بَلَغَ: يَعْمَلُونَ) ثُمَّ قَالَ ” أَلاَ أُخْبِرُكَ بِرَأْسِ الأَمْرِ كُلِّهِ وَعَمُودِهِ وَذِرْوَةِ سَنَامِهِ ” . قُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ . قَالَ ” رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ ” . ثُمَّ قَالَ ” أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمَلاَكِ ذَلِكَ كُلِّهِ ” . قُلْتُ بَلَى يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَالَ فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ قَالَ ” كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا ” . فَقُلْتُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ فَقَالَ ” ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ ” . قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Dari Mu’adz bin Jabal, dia berkata: “Aku menemani Nabi (ﷺ) dalam suatu perjalanan. Suatu hari aku berada di dekatnya saat kami sedang bergerak, maka aku berkata: ‘Ya Rasulullah! Beritahukan padaku tentang suatu amalan yang dengannya aku akan dimasukkan ke dalam surga, dan yang akan menjagaku jauh dari Neraka.’ Beliau bersabda: “Engkau bertanya padaku tentang sesuatu yang besar, padahal itu mudah bagi siapa saja yang dimudahkan Allah: Sembahlah Allah dan jangan mempersekutukan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan menunaikan haji ke Baitullah.” Kemudian dia berkata: ‘Maukah aku tuntun kamu ke pintu kebaikan? Puasa adalah perisai, dan sedekah memadamkan dosa seperti air memadamkan api, dan shalat seseorang di tengah malam.’ Beliau (ﷺ) berkata: “Kemudian dia membaca: ‘Lambung mereka meninggalkan tempat tidur mereka untuk berseru kepada Tuhan mereka.’ Hingga dia sampai pada: ‘Apa yang biasa mereka kerjakan.’ [QS As-Sajdah:16-17] Lalu beliau (ﷺ) berkata: ‘Maukah aku kabarkan kepadamu tentang kepala seluruh perkara, tiangnya, dan punuknya?’ Aku berkata: ‘Tentu saja wahai Rasulullah!” Beliau (ﷺ) bersabda: ‘Puncak permasalahannya adalah Islam, rukunnya adalah Sholat, dan punuknya adalah Jihad.’ Lalu beliau (ﷺ) berkata: ‘Maukah aku beritahukan kepadamu tentang apa yang mengatur semua itu?’ Aku berkata: ‘Tentu saja ya Rasulullah!’ Mu’adz bin Jabal berkata: “Jadi Nabi (ﷺ) memegang mulutnya seraya berkata; ‘Tahan ini.‘ Aku berkata: ‘Wahai Nabi Allah! Akankah kami diperhitungkan atas perkataan kami?’ Beliau (ﷺ) bersabda: ‘Semoga ibumu bersedih atas kehilanganmu wahai Mu’adz! Apakah suatu manusia dilempar ke dalam api neraka dengan mukanya atau hidungnya, kecuali karena perbuatan yang dilakukan oleh lidahnya.’ Abu Isa berkata; Ini hadits hasan shahih. (HR At-Tirmidzi).
Di dalam mulut ada lidah, ia dijaga rapat dan rapi oleh gigi yang keras serta bibir yang lembut. Pesan-pesannya hati-hati berbicara. Jangan terpeleset. Jangan sampai tergigit. Berbicaralah hanya tatkala kata-kata bisa seindah bunga. Berbicaralah hanya ketika yakin suara yang meluncur enak didengar, merdu berkumandang dan sepahit madu. Tidak mudah memang, tapi itulah yang ditegaskan nasehat-nasehat tua orang yang sangat mulia. Namun yang lebih penting lagi, jagalah selalu mulut ini, untuk mengobati hati-hati yang sakit dengan nasihat-nasihat indah dan penuh energi plus empati. Tak lain untuk bekal kembali ke akhirat nanti.
AJKH Atas perkelingnya Mas Kus….ada pepatah cina mengatakan “kuda tercepat tidak bisa menyalip sepatah kata pun setelah diucapkan”. Klop.
Ajk Saya tinggal beberapa lagi gigi yg masih bertahan. Alhamdulillah, masih mending terlambat pahamnya daripada tidak sama sekali. Anak2 sangat mungkin sulit paham bila tidak rutin diingatkan. Pendidikan rutin itu kunci kehidupan. Aamiin
Hati-hati dalam berbicara.. lebih baik diam.. hehe…
Berbicaralah hanya tatkala kata-kata bisa seindah bunga. Semoga senantiasa kita semua diberikah kebarokahan didunia dan akhirat. Sukses terus buat LDII di seluruh Indonesia.