Jakarta (15/8). Stigma negatif terhadap suatu kelompok sering kali beredar luas tanpa adanya verifikasi. Salah satu stigma yang telah melekat puluhan tahun pada Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) adalah anggapan bahwa masjid mereka akan dipel, jika ada orang di luar komunitas yang salat di sana.
Stigma inilah yang mendorong seorang cendekiawan muda Nahdlatul Ulama (NU), Ahmad Ali, melakukan riset dan akhirnya menerbitkan buku berjudul “Nilai-Nilai Kebajikan dalam Jamaah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)”.
“Stigma ini sudah saya dengar sejak lama. Saya memiliki teman di daerah Perak, dekat Pesantren Gading Mangu, sekitar tahun 2002 teman saya memberi tahu, kalau kita salat di masjid itu akan dipel karena kita dianggap najis. Sekitar 20 tahun kemudian saya baru tahu masjid yang dimaksud itu masjid LDII, sehingga tahun 2021 saya ingin belajar lebih dalam, mempelajari, melakukan riset sampai terbit buku ini,” terangnya.
Stigma ini terus berkembang karena masyarakat hanya mendengar dari ‘kata orang’ tanpa pernah melakukan riset langsung. Ia merasa perlu melakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan yang selama ini beredar, meski sudah ada beberapa yang juga meriset hal ini tapi ia merasa harus membuktikan sendiri.
“Ketika saya riset, observasi dan melakukan pengkajian. Saya temukan kesamaan setiap masjid LDII, selalu ada sandal baik di tempat wudhu, toilet, kamar mandi, ruang tamu atau wisma. Bagi seorang peneliti ini merupakan hal menarik. Apa kaitanya sandal dengan kebersihan, kesucian. Nah saya menemukan bahwa ini ada kaitanya dengan taharah,” jelasnya.
Ahmad Ali, seorang cendekiawan yang sejak lulus SD tahun 1991 sudah menimba ilmu di pesantren. Ia menjelaskan sesuatu dianggap suci jika memenuhi tiga sifat yaitu dilihat dari rasa, bau dan warna. Jika salah satu dari sifat suci tersebut masih ada maka masih terdapat unsur najis di dalamnya.
”Nah ini baru saya temukan ketika saya riset mendalam. Sehingga justifikasi kalau orang luar salat di masjidnya itu dipel ya bisa dianggap memang harus dipel. Sebagai bentuk menjaga kesucian. Ini semata-mata untuk menjaga kesucian. Karena ketika kita salat tak hanya badan yang harus suci tapi alat salatnya, seperti mukena dan sarung, suci badanya sampai suci tempat salatnya. Nah terkadang banyak yang belum memenuhi strandar itu,” ujarnya.
Ia menilai apa yang dikaji di LDII dan yang dipraktiknya sudah sejalan dengan prinsip taharah, yang dipelajari umat Islam pada umumnya. LDII mempunyai himpunan hadits yang di dalamnya ada kumpulan hadis tentang taharah, salat dan lainnya. Ia mencontohkan LDII menerapkan strandar ukuran bak air itu dua kulah atau 200 liter, karena memang ada dasar hukumnya, jika ada najis yang terciprat atau terkena air maka unsur najisnya hilang.
”Hal seperti ini kalau tidak kita riset, tidak akan tahu alasan sebenarnya. Mungkin saja juga ketika kita solat memang jadwalnya dipel. Dalam buku ini dijelaskan nilai kebajikan LDII yaitu kebersihan, kerapian, kedisiplinan dan kesucian,” terangnya
Ahmad menjelaskan penggunaan sandal sebagai wujud keselarasan sistem pendidikan LDII dengan praktik. Hal ini terlihat dari bagaimana cara menjaga kesucian dari kamar mandi sampai ke tempat salat. Hal kecil lain terlihat seperti tata letak sandal yang selalu rapi dan dibalik menghadap ke arah luar masjid, sehingga memudahkan jamaah saat keluar. Menurutnya, praktik tersebut adalah salah satu bentuk implementasi nilai kemandirian dan kedisiplinan.
“Kemandirian itu tergambar dari hal kecil. Setiap orang merapikan sandalnya sendiri, tidak berharap orang lain yang menatanya,” jelasnya.
Stigma yang selama ini beredar akhirnya terjawab melalui riset. Buku Cendekiawan Muda NU tersebut menjadi bukti, bahwa praktik yang terlihat aneh bagi sebagian orang ternyata memiliki landasan syariat yang kuat. Dan bertujuan untuk menjaga kebersihan serta kesucian, dua nilai fundamental dalam ajaran Islam. (Nabil)
Lihat juga:
Alhamdulillah,akhirnya ada yg peduli dg klarivikasi/ tabayyun,semoga membuka wawasan kedewasaan bagi kita semua,,terimakasih Dr.Ali yg menjembatani uneg2 sy selama ini,,,mohon ma’af saudaraku LDII, sy telah suudzon selama ini
Terima kasih semuanya, baarokallah..
Semoga menjadi pencerahan bagi yang belum tahu tentang LDII
semoga allah paring aman selamat lancar barokah
Betul, di zaman yg modern dan orang-orang sudah banyak yg berpendidikan tinggi tp mengapa masih percaya dengan fitnah seperti itu.
Masjid LDII ada dimana-mana, warga LDII Juga jumlahnya sangat banyak, jadi untuk membuktikan itu fitnah atau tidak itu sangat mudah.
Tiap hari rumah mertuaku di desa dibuat ngrumpi / kumpul-kumpul para tetangga, juga tidak kami pel tiap mereka pulang. Kami pel bila mimang sudah kotor.
Masjid LDII di tempatku juga ditepi jalan, banyak orang lewat yg mampir utk shalat juga sama tdk kami pel tiap ada orang mampir. Mosok ngepel terus, yo capek dan boros air + listrik 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Alhamdulillah, berkat riset beliau masyarakat bisa tercerahkan, tdk asal mengikuti informasi tdk benar..
Alhamdulillah ada tokoh intelektual NU yg mewakili masyarakat luas berani memberikan pandangan terhadap LDII dengan jujur, objektif dan menganalisisnya secara ilmiah. Semoga kesimpulan yg beliau sampaikan bisa mengimbangi stigma negatif tentang LDII. Terimakasih banyak DR. Ahmad Ali, Alhamdulillah jaza kallahu khoiro.
Alhamdulillah, dengan adanya tulisan ini bisa merubah padangan masyarakat tentang LDII, Alhamdulillah jazakumullohu khoiro
Sarana Ibadah yang dirawat dan dibarokahkan LDII terbuka untuk siapapun yang beragama Islam…
Alhamdulillah, ada akademisi Nahdatul Ulama yang memberikan pencerahan tentang bagaimana warga LDII menjaga kesucian/taharoh dalam bab salat. Semoga buku yang ditulis Dr. Ahmad Ali, bisa membawa keberkahan yang banyak, bisa menjawab isu yang ada selama ini tentang LDII.
Alhamdulillah, berkat riset beliau masyarakat bisa tercerahkan, tdk asal mengikuti informasi tdk benar..
Semoga LDII terus berjaya dan berkontribusi untuk bangsa hingga sukses dunia akherat
Alhamdulillah
Terimakasih atas tabayun dan penelitian ilmiahnya,Pak Doktor..semoga byk yg semakin tertarik utk mendalami praktek-praktek ibadah LDII, krn kami hanya berharap surga Alloh SWT dr ibadah2 yg kami lakukan..
Alhamdulillah semoga dengan tulisan ini stigma negatif berangsur-angsur bisa menghilang dari benak masyarakat yang memang belum tahu kebenarannya dan hanya tahu dari perkataan orang
Alhamdulillah, barokallah
Tanpa konfirmasi , jelas orang bisa berpendapat sesuai seleranya.
Matur nuwun pak.Ali sudah memberikan pencerahan.
Barokalloh…