Oleh Faidzunal A. Abdillah, Pemerhati sosial dan lingkungan – Warga LDII tinggal di Serpong, Tangerang Selatan
(Dari Kita, Untuk Generasi Selanjutnya)
Ada dalil yang mengetuk batin saya, seperti angin pagi yang menusuk kulit, menembus nadi dan meremukkan tulang. Sudahkah melakukannya? Bukan pertanyaan retoris, tapi jeritan sunyi dari ruang tanggung jawab. Karena beban sebagai orang tua. Dengan lima anak lucu yang belum mengerti betapa besar cinta yang seharusnya tertanam sejak dini pada Rasulullah ﷺ dan keluarganya.
عن عليّ قال : قال رسول اللّه (صلى الله عليه وآله وسلم) «أَدِّبُوا أَوْلَادَكُمْ عَلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ: حُبِّ نَبِيِّكُمْ، وَحُبِّ أَهْلِ بَيْتِهِ، وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ، فَإِنَّ حَامِلَةَ الْقُرْآنِ فِي ظِلِّ اللَّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ مَعَ أَنْبِيَائِهِ وَأَصْفِيَائِهِ.»
Dari Ali berkata; Rasulullah ﷺ bersabda, “Ajarilah anak-anak kalian tiga perkara: cinta kepada Nabi kalian, cinta kepada keluarganya, dan membaca Al-Qur’an. Sesungguhnya pembawa Al-Qur’an itu akan berada dalam naungan Allah pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya, bersama para Nabi dan keluarga Nabi.” (HR Abu An-Nashr dan Ad-Dailami)
Hadits ini menusuk lebih dalam ketika disandingkan dengan sabda Rasulullah ﷺ yang diriwayatkan Imam al-Bukhari, dalam shahihnya.
عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:«لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ»
Dari Anas bin Malik ra, berkata, Rasulullah ﷺ bersabda; “Tidak sempurna iman salah seorang kalian hingga aku lebih dicintainya daripada hartanya, keluarganya, dan seluruh manusia.” (HR Al-Bukhari, Kitab al-Iman)
Sekonyong-konyong dada terasa sempit. Sebab kejujuran berkata: “Belum. Belum paripurna aku mencintai Nabi ﷺ seperti yang seharusnya. Apalagi mengajarkannya.”
Masalahnya bukan pada anak-anak kita, tapi pada diri kita sendiri: Sudahkah kita benar-benar mencintai Rasulullah ﷺ dengan cinta yang mengalahkan semua yang lain—diri, keluarga, bahkan dunia? Sebab cinta ini bukan cinta biasa. Ia bukan seperti cinta suami pada istri, ibu pada anak, atau sahabat pada teman. Ini adalah cinta suci yang melampaui batas ruang dan waktu—cinta yang menuntun pada surga dan kenikmatan luar biasa tatakala memandang wajah Tuhan Alam Semesta.
Mungkin, lewat salah satu hadits ini bisa menjadi jembatan pemahaman menuju ke sana:
عَن أنس قَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا بُنَيَّ إِنْ قَدَرْتَ أَنْ تصبح وتمسي لَيْسَ فِي قَلْبِكَ غِشٌّ لِأَحَدٍ فَافْعَلْ» ثُمَّ قَالَ: «يَا بني وَذَلِكَ من سنتي وَمن أَحْيَا سُنَّتِي فَقَدْ أَحَبَّنِي وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجنَّة» . رَوَاهُ لتِّرْمِذِيّ
Dari Anas berkata, Rasulullah ﷺ bersabda kepadaku: “Wahai anakku, jika engkau mampu untuk menjadi pagi dan petang dalam keadaan tidak ada rasa tipu daya (dengki, curang) di dalam hatimu terhadap siapa pun, maka lakukanlah!” Kemudian beliau berkata lagi: “Wahai anakku, itu termasuk sunnahku. Dan barangsiapa menghidupkan sunnahku, maka sungguh ia mencintaiku. Dan barangsiapa mencintaiku, maka ia akan bersamaku di surga.” (HR At-Tirmidzi)
Menghidupkan sunnah adalah bukti cinta, bukan sekadar slogan. Rasulullah ﷺ pun menegaskan, “Sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR Muslim)
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ» . رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Allah pun menegaskan dalam firman-Nya,
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Katakanlah (wahai Muhammad): Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (QS Ali Imran: 31)
Dari rangkaian dalil itu, makin teranglah jalan: mencintai Nabi ﷺ bukan hanya rasa, tapi aksi. Ia butuh pengamalan, butuh keteladanan, butuh kesinambungan. Terutama dari orang tua kepada anak. Karena jika tidak diajarkan, bagaimana mungkin mereka tahu?
Dulu para sahabat, rasa-rasanya, juga berada dalam kondisi yang serupa. Maksudnya dalam perjalanan spiritualnya. Yang jelas, kisahnya sungguh hebat dan menjadi rujukan dan teladan buat umat setelahnya. Adalah sahabat Umar bin Khattab yang menjalaninya. Bergelut dengan cinta ini, dan terucap dengan terang sebagaimana matan berikut.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: “لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ.”فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِي.فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: “لَا، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ.”فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: فَإِنَّهُ الْآنَ، وَاللَّهِ، لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي.فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: “الْآنَ يَا عُمَرُ.”
Dari Abdullah bin Umar berkata, Nabi ﷺ bersabda; “Kalian belum beriman sehingga aku lebih dicintai melebihi cinta kepada dirinya sendiri.” Umar Bin Al-Khatthab berkata kepada Nabi ﷺ: “Wahai Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai daripada segala sesuatu—kecuali diriku sendiri.” Nabi ﷺ menjawab, “Belum. Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, hingga aku lebih engkau cintai dari dirimu sendiri.” Maka Umar pun berkata, “Sekarang, engkau lebih aku cintai dari diriku sendiri.” Dan Nabi ﷺ bersabda, “Sekarang (baru sempurna imanmu), wahai Umar.” (HR Al-Bukhari)
Allah berfirman:
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah keputusan Allah.” (QS At-Taubah: 24)
Maka, cinta itu harus berwujud. Dengan menghidupkan sunnah beliau. Dengan meneladani akhlaknya. Dengan meneruskan cita-citanya. Terutama di zaman ketika manusia meninggalkan (sunnah-sunnah) beliau. Itulah cinta yang sejati.
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْآخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا
“Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu—bagi siapa yang mengharap rahmat Allah dan (datangnya) hari akhir, serta banyak mengingat Allah.” (QS Al-Ahzab: 21)
Langkah awal yang bisa kita lakukan bersama anak-anak kita adalah: kenalkan mereka pada Nabi Muhammad ﷺ dan keluarganya. Mulailah dengan menyebutkan nama beliau dan gelar-gelarnya. Ceritakan kisah hidupnya, sifat-sifatnya, dan perjuangannya—seperti dongeng pengantar tidur yang membekas dalam ingatan mereka.
عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:«إِنَّ لِي أَسْمَاءً، أَنَا مُحَمَّدٌ، وَأَحْمَدُ، وَأَنَا الْمَاحِي الَّذِي يَمْحُو اللَّهُ بِيَ الْكُفْرَ، وَأَنَا الْحَاشِرُ الَّذِي يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى قَدَمِي، وَأَنَا الْعَاقِبُ الَّذِي لَيْسَ بَعْدَهُ نَبِيٌّ» (رواه مسلم)
Dari Jubair bin Muth’im RA, Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya aku memiliki beberapa nama: aku adalah Muhammad, aku adalah Ahmad, aku adalah al-Māḥī yang denganku Allah menghapus kekufuran, aku adalah al-Ḥāsyir yang manusia akan dikumpulkan di bawah telapak kakiku, dan aku adalah al-‘Āqib (penutup para nabi, tidak ada nabi setelahku).” (HR. Muslim no. 2354)
Istri-istrinya, anak-anaknya, cucu-cucunya—adalah bagian penting dari silsilah suci yang layak dikenal oleh anak-anak kita melebihi tokoh fiktif manapun. Sebab, siapa yang mereka kenal, itulah yang mereka cintai. Ironis bila anak-anak kita kenal Spiderman dan Doraemon, tapi tak tahu siapa Fatimah Az-Zahra, Hasan dan Husain.
Nama istri-istri Nabi ﷺ, yang pertama adalah Khadijah binti Khuwailid. Selanjutnya sepeninggal Khadijah, Nabi ﷺ memiliki 9 istri dan 2 budak sebagai berikut: 1. Saudah binti Zum’ah; 2. Aisyah binti Abu Bakar; 3. Hafsah binti Umar bin Al-Khattab; 4. Zainab binti Jahsyin; 5. Zainab binti Khuzaimah; 6. Ummu Salamah (Hindun binti Abi Umaiyah); 7. Ummu Habibah (Ramlah binti Abi Sufian); 8. Maimunah binti Al-Harith; 9. Shofiah binti Huyayyin. Adapun budak perempuannya adalah; 1. Juwairiyah dan 2. Mariyah Al-Qibtiyah. Adapun anak-anak Nabi ﷺ (kesemuanya dari Khodijah) adalah sebagai berikut: Al-Qasim; Abdullah, Zainab, Ruqaiyah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Sedangkan Ibrahim dari Mariyah Al-Qibtiyah.
Dan jangan lupakan sholawat—doa cinta yang tak terikat ruang dan masa.
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:الْبَخِيلُ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
Dari Ali bin Abi Thalib RA, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: “Orang yang bakhil adalah orang yang ketika disebut namaku, tidak membaca shalawat atasku.” (HR Tirmidzi)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:«أَكْثَرُكُمْ عَلَيَّ صَلَاةً أَقْرَبُكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ»
Dari Anas bin Malik RA, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa paling banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku di hari kiamat.” (HR al-Baihaqi)
Begitu banyak jalan untuk mencintai Rasulullah ﷺ dan keluarganya. Maka mulailah dari yang paling sederhana dan paling nyata: kenalkan nama dan kisahnya, perbanyak sholawat dan amalkan sunnah-sunnahnya. Lalu ajarkan kepada anak-anak kita, perlahan tapi penuh keteguhan. Sebab cinta kepada Rasulullah ﷺ bukan sekadar wacana, tapi warisan agung yang harus hidup dari generasi ke generasi. Warisan cinta.