Jakarta (8/10). Data Uppsala Conflict Data Program (UCDP) dan Peace Research Institute Oslo (PRIO) menunjukkan perang dan kekerasan terorganisir menewaskan sekitar 108.000 orang per tahun, sejak 1989 sampai 2024. Tetapi suhu ekstrim yang terlalu panas atau dingin, menurut riset Zhao dkk pada 2000-2019, yang diterbitkan The Lancet Planetary Health pada 2021, menyebabkan kematian lebih dari 5 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya.
Pemanasan global hanya bisa ditangani dengan melestarikan lingkungan hidup demi memastikan keberlanjutan hidup manusia. Pondok pesantren (ponpes) bisa dioptimalkan guna pelestarian lingkungan, “LDII memilih pesantren sebagai basis pelestarian lingkungan karena memiliki peran strategis sebagai pusat pendidikan, dakwah dan pembentukan karakter,” ujar Ketua DPP LDII Sudarsono.
Guru Besar Bioteknologi Tanaman IPB tersebut menjelaskan, pondok-pondok pesantren yang dikelola warga LDII dapat menjadi contoh sekaligus motor penggerak gerakan ramah lingkungan. “Dengan demikian, melalui pembiasaan sehari-hari, program eco-pesantren, zero waste dan dengan keterlibatan warga sekitar, pondok pesantren dapat melahirkan generasi yang sadar lingkungan, sekaligus memperkuat ketahanan pangan,” jelas Sudarsono.
Sudarsono mengungkapkan, pesantren naungan LDII tersebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia, termasuk di pedesaan dan daerah pinggiran. “Hal ini membuat pesantren sangat strategis sebagai pusat edukasi lingkungan yang langsung menyentuh masyarakat sekitar,” imbuhnya.
Menurutnya, pondok pesantren naungan LDII telah menjadi kekuatan komunitas dan keteladanan. “Kyai, santri, ustadz, dan pamong hidup dalam satu komunitas yang disiplin dan nilai-nilai yang ditanamkan di pesantren, mudah ditiru oleh masyarakat sekitar. Sehingga, gerakan lingkungan lebih cepat menyebar,” kata Sudarsono.
Lebih lanjut, ia mengatakan alumni pondok pesantren, ketika terjun di tengah masyarakat. Mampu menjadi agen perubahan, yang dapat menyebarkan semangat cinta lingkungan ke masyarakat umum, melalui majelis taklim yang ada di seluruh Indonesia.
“Pondok pesantren LDII mempunyai landasan nilai Islam yang kuat, yang mengajarkan konsep khalifah fil ardh (pemimpin di bumi), rahmatan lil ‘alamiin (rahmat bagi semesta alam) dan larangan merusak alam. Dengan demikian, pesantren dapat mengintegrasikan ajaran agama dengan praktik ramah lingkungan, sehingga pelestarian alam dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk ibadah,” jelas Sudarsono.

Selain mengoptimalkan peran pondok pesantren, Sudarsono mengungkapkan, LDII bekerja sama dengan berbagai pihak, terkait dengan isu lingkungan. “Dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemerintah daerah, perguruan tinggi seperti UGM dan IPB, serta antar komunitas lokal dan pesantren,” tuturnya.
Ia mengatakan, bentuk kerja sama dengan berbagai pihak itu, dalam program Go Green, Zero Waste, Program Kampung Iklim (ProKlim), pengukuran cadangan karbon, hingga pengembangan energi terbarukan, “Berbagai kolaborasi strategis ini merupakan komitmen LDII sebagai ormas Islam yang konsisten peduli lingkungan. Semua kegiatan yang dilakukan LDII terkait isu lingkungan sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goal, SDG), terutama SDG13 (Penanganan perubahan iklim), SDG12 (Konsumsi dan produksi bertanggung jawab), SDG15 (Ekosistem daratan) dan SDG17 (Kemitraan untuk mencapai tujuan),” tegas Sudarsono.
Sementara itu, anggota Departemen Litbang, IPTEK, Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup DPP LDII, Atus Syahbudin mengungkapkan, pihaknya secara konsisten melaksanakan berbagai program dalam pelestarian lingkungan hidup, “Mulai tahun 2008, LDII melaksanakan penanaman pohon di seluruh Indonesia, mencapai 3,5 juta bibit pohon tertanam. Pada 2023, melaksanakan pembangunan Arboretum LDII, di Kampung Jamus, di lereng Gunung Lawu. Dengan koleksi ratusan jenis pohon khas hutan pegunungan,” ujar Atus.
Dosen Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut melanjutkan, pemanfaatan energi yang ramah lingkungan berupa penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di kantor DPP LDII dan pondok-pondok pesantern, “Di Jamus, Kabupaten Ngawi, warga LDII juga memasang Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) dari sumber mata air pegunungan untuk mengeringkan daun teh, penerangan pabrik dan penerangan jalan umum,” katanya.
Selain PLTMH, ProKlim Utama Jamus, juga menginisiasi obyek wisata alam “Sumberkoso”, yang bermitra dengan Kuliah Kerja Nyata – Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN PPM) UGM. Sementara itu di Riau, Pertamina membantu warga LDII, dengan mesin pirolisis yang dapat mengubah sampah menjadi BBM. “Warga LDII di Riau juga mengembangkan komposter sehingga sampah menjadi pupuk dan akhirnya bernilai ekonomi sirkuler,” jelasnya.
Di Ponpes Gadingmangu, Jombang, Jawa Timur, tercipta ekonomi sirkuler berkat penjualan magot dan bank sampah. SMK Budi Utomo yang juga berada di kawasan Ponpes Gadingmangu itu, membudidayakan lele berbasis smart farming, bekerja sama dengan PT Shelter Indonesia dan Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS).
Di Karanganyar, melalui ProKlim, warga LDII mengembangkan padi organik dan mengubah sampah plastik menjadi papan panel. Di Sumbawa Barat, LDII menggagas Program Pengelolaan Sampah Berbasis Masjid (PPSBM). Di Yogyakarta, LDII melansir gerakan Kyai Peduli Sampah, Jugangan ing Omah (Jugangin Om), Jugangan ing Masjid (Jugangin Mas) untuk merespons darurat sampah. Bahkan Rusmini, warga LDII Gunungkidul telah membangun 123 bank sampah.