Sudarsono dan Sri Sartikah*
Festival Keluarga Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) telah usai, dan satu gerakan nasional telah digulirkan, yaitu Gerakan Makan Buah Bagi Anak Usia Dini. Ajakan ini didasarkan pada kenyataan anak-anak di era modern, malah tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan pilihan makanan instan.
Coba bayangkan pagi hari di rumah. Anak-anak baru bangun, masih mengantuk, lalu buru-buru sarapan sebelum berangkat sekolah. Apa yang biasanya mereka makan? Banyak yang memilih roti manis, sereal instan, atau bahkan gorengan di depan rumah. Rasanya memang enak, cepat, dan praktis. Tapi, apakah makanan itu cukup untuk tubuh mereka yang sedang tumbuh?
Di era modern ini, anak-anak usia dini hidup di tengah banjir makanan instan. Dari iklan televisi, media sosial, sampai rak minimarket, semua penuh dengan jajanan berwarna-warni, minuman manis, dan makanan cepat saji. Anak-anak tentu mudah tergoda. Sayangnya, makanan itu sering miskin gizi dan bisa berdampak buruk dalam jangka panjang.
Nah, di sinilah buah hadir sebagai pahlawan yang sering terlupakan. Buah itu sederhana, alami, penuh warna, dan kaya manfaat. Buah bisa jadi camilan sehat, teman belajar, bahkan simbol gaya hidup keren. Sayangnya, banyak anak lebih kenal permen ketimbang pepaya, lebih suka keripik ketimbang apel.
Padahal, usia dini adalah masa emas pertumbuhan. Otak berkembang pesat, tubuh bertambah tinggi, dan kebiasaan hidup mulai terbentuk. Apa yang dimakan anak hari ini akan memengaruhi kualitas hidup mereka di masa depan. Jadi, membiasakan anak makan buah sejak kecil bukan sekadar soal gizi, tapi juga investasi kesehatan dan kebiasaan hidup sehat.
Buah dalam Kehidupan Anak
Buah sebagai Sumber Energi Alami
Anak-anak itu seperti baterai isi ulang. Mereka berlari, melompat, belajar, dan bermain tanpa henti. Untuk semua itu, mereka butuh energi yang sehat. Buah menyediakan gula alami yang mudah diserap tubuh. Pisang, misalnya, adalah “power bar” alami. Satu buah pisang kecil bisa memberi energi untuk bermain berjam-jam. Semangka dengan kandungan airnya yang tinggi bisa mencegah dehidrasi saat anak-anak main di luar.
Buah sebagai Teman Bermain
Buah tidak harus selalu disajikan biasa-biasa saja. Dengan sedikit kreativitas, buah bisa jadi teman bermain. Apel bisa dipotong berbentuk ulat lucu, semangka bisa dibentuk bintang, pepaya bisa disajikan seperti es krim. Anak-anak jadi merasa sedang bermain, bukan sekadar makan.
Bahkan, buah bisa jadi bagian dari permainan edukatif. Misalnya, anak diminta menyusun buah berdasarkan warna pelangi, atau menghitung jumlah biji dalam jeruk. Aktivitas sederhana ini membuat anak lebih dekat dengan buah.
Buah sebagai Media Edukasi
Buah juga bisa jadi sarana belajar. Dari buah, anak belajar mengenal warna (merah apel, kuning pisang, hijau melon), mengenal rasa (manis, asam, segar), hingga belajar tentang alam (buah tumbuh dari pohon, ada yang musiman, ada yang tropis).
Selain itu, buah bisa jadi pintu masuk untuk mengajarkan nilai sosial. Misalnya, anak diajak berbagi potongan buah dengan teman, atau belajar bersyukur atas rezeki yang diberikan melalui buah yang tumbuh di kebun.
Kandungan Gizi Buah
Buah adalah paket gizi lengkap. Di balik warna-warni yang menggoda, tersimpan vitamin, mineral, serat, air, dan antioksidan.
- Vitamin A (mangga, pepaya, melon), berfungsi dalam menjaga kesehatan mata, mendukung pertumbuhan tulang, memperkuat imunitas tubuh.
- Vitamin B kompleks (pisang, alpukat, semangka), berfungsi dalam membantu metabolisme energi, mendukung fungsi saraf.
- Vitamin C (jeruk, jambu, kiwi), berfungsi dalam meningkatkan daya tahan tubuh, mempercepat penyembuhan luka.
- Vitamin E (alpukat, kiwi, mangga), berfungsi sebagai sumber antioksidan yang melindungi sel tubuh.
- Vitamin K (anggur, kiwi), berperan penting untuk pembekuan darah dan kesehatan tulang.
Kandungan berbagai mineral dalam buah-buahan juga tak kalah penting, misalnya:
- Kalium (pisang, jeruk, melon), yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan cairan tubuh.
- Magnesium (alpukat, pepaya), yang berperan penting untuk tulang dan saraf.
- Zat besi (kurma, jambu), yang berfungsi dalam mencegah anemia.
- Kalsium (jeruk, kiwi), yang berfungsi dalam mendukung pertumbuhan tulang dan gigi.
Selain itu, buah juga kaya serat yang melancarkan pencernaan dan air yang menjaga tubuh tetap terhidrasi. Antioksidan dalam buah seperti anggur, tomat, dan jeruk melindungi tubuh dari radikal bebas.
Manfaat Buah bagi Anak Usia Dini
Buah bukan cuma enak dimakan, tapi juga punya segudang manfaat buat anak-anak. Pertama, buah bisa jadi “tameng” alami. Kandungan vitamin C dan antioksidan di dalam jeruk, jambu, atau kiwi bikin daya tahan tubuh anak lebih kuat, sehingga mereka lebih jarang sakit.
Kedua, buah mendukung otak cerdas. Alpukat, pisang, dan blueberry punya nutrisi yang membantu daya ingat, konsentrasi, dan kreativitas. Jadi, anak lebih fokus belajar sekaligus tetap ceria bermain.
Ketiga, buah menjaga pencernaan tetap lancar. Serat dari apel, pir, dan pepaya mencegah sembelit, bikin perut nyaman, dan anak bisa beraktivitas tanpa rewel.
Keempat, buah juga bikin kulit sehat dan gigi kuat. Vitamin C membantu produksi kolagen untuk kulit, sementara apel yang renyah bisa membersihkan gigi secara alami.
Kelima, membiasakan anak makan buah sejak kecil akan membentuk pola hidup sehat. Saat dewasa, mereka lebih mudah memilih makanan bergizi daripada jajanan instan.
Dan terakhir, buah membawa kebahagiaan. Warna cerah, rasa segar, serta momen makan buah bersama keluarga membuat anak merasa senang dan penuh energi.
Buah dalam Perspektif Psikologis dan Sosial
Buah bukan cuma soal gizi, tapi juga pengalaman emosional dan sosial yang seru. Dari sisi psikologis, buah jadi media belajar yang asik: anak bisa mengenal warna cerah apel merah, rasa manis pisang, atau tekstur renyah pir, bahkan mengaitkannya dengan emosi ceria atau nyaman. Buah juga jadi sarana interaksi sosial. Saat anak berbagi potongan semangka dengan teman atau menikmati buah bersama keluarga, mereka belajar kebersamaan dan empati. Dalam budaya kita, buah selalu hadir di momen penting—syukuran, hari raya, hingga upacara adat—sebagai simbol rezeki dan kebahagiaan. Lebih dari itu, buah juga mencerminkan gaya hidup sehat. Anak yang terbiasa makan buah sejak dini tumbuh dengan identitas positif sebagai generasi peduli kesehatan.
Tantangan Membiasakan Anak Makan Buah
Membiasakan anak makan buah ternyata tidak semudah membalik telapak tangan. Umumnya, anak-anak cenderung lebih suka jajanan instan. Permen warna-warni, keripik gurih, atau minuman manis dalam kemasan terasa lebih menarik dibanding apel atau pepaya yang tampil sederhana.
Penyajian buah sering monoton. Kalau setiap hari hanya dipotong biasa, anak bisa cepat bosan. Padahal, mereka butuh variasi agar tetap tertarik sehingga mereka tetap mau makan buah.
Faktor ekonomi dan akses juga berpengaruh karena tidak semua keluarga mudah mendapatkan buah segar dengan harga terjangkau, apalagi di daerah tertentu. Namun demikian, buah sehat tidak harus mahal dan impor. Buah local yang ada di masing-masing daerah bisa menjadi alternatif yang lebih terjangkau.
Masih banyak orang tua yang kurang mendapat edukasi gizi dan ada yang menganggap buah hanya pencuci mulut, sehingga menjadi kendala dalam peningkatan konsumsi buah.
Lingkungan sekolah dan rumah juga punya peran besar sebagai tantangan dalam menyosialisasikan kebiasaan makan buah. Jika di kantin sekolah atau warung sekitar rumah lebih banyak menjual jajanan instan, anak akan ikut terbiasa.
Terakhir, ada anak yang memang picky eater (pilah-pilih makanan). Mereka menolak buah karena teksturnya lembek, rasanya asam, atau warnanya kurang menarik sehingga sulit diajak membiasakan makan buah.
Semua tantangan ini nyata, tapi bukan berarti tidak bisa diatasi. Dengan kreativitas, kesabaran, dan dukungan lingkungan, buah bisa kembali jadi sahabat sehat anak-anak.
Strategi Kreatif Membiasakan Anak Makan Buah
Membiasakan anak makan buah memang penuh tantangan, tapi bukan berarti mustahil. Kuncinya ada pada kreativitas, kesabaran, dan dukungan lingkungan.
Pertama, untuk mengatasi kebiasaan anak yang lebih suka jajanan instan, orang tua bisa membuat buah tampil lebih menarik. Potong buah menjadi bentuk bintang, hati, atau hewan lucu. Susun buah berwarna-warni menyerupai sate buah atau pelangi. Dengan tampilan seru, anak akan lebih tertarik mencoba.
Kedua, agar anak tidak bosan, variasikan cara penyajian. Buah bisa dijadikan jus segar, smoothie, salad dengan sedikit madu, atau topping pancake. Dengan begitu, anak melihat buah sebagai bagian dari menu sehari-hari, bukan sekadar camilan biasa atau pencuci mulut.
Ketiga, jika faktor ekonomi menjadi kendala, pilih buah lokal musiman yang lebih murah tapi tetap bergizi, seperti pepaya, pisang, atau semangka. Selain hemat, anak juga belajar mencintai produk lokal.
Keempat, edukasi gizi sangat penting. Orang tua bisa bercerita bahwa buah adalah “pahlawan kesehatan” yang membuat tubuh kuat seperti superhero. Cerita sederhana ini bisa menumbuhkan rasa penasaran anak.
Kelima, sekolah juga perlu berperan. Program bekal sehat dengan buah atau “hari buah” di kantin bisa membuat anak merasa kebiasaan ini normal dan menyenangkan.
Terakhir, untuk anak yang picky eater, kenalkan buah sedikit demi sedikit. Mulai dari rasa manis yang familiar, lalu perlahan perkenalkan jenis lain.
Dengan strategi kreatif ini, buah bisa kembali menjadi sahabat sehat anak-anak—bukan kewajiban, melainkan kesenangan.
Buah sebagai Investasi Generasi
Buah bukan sekadar camilan segar, tapi juga investasi jangka panjang yang nilainya tak ternilai. Dari sisi kesehatan, anak yang rutin makan buah biasanya lebih jarang sakit. Tubuh mereka lebih kuat, energi lebih stabil, dan tentu saja lebih produktif untuk belajar maupun bermain.
Dari sisi kebiasaan, pola makan sehat terbentuk sejak dini. Anak yang terbiasa memilih apel atau pisang sebagai camilan akan lebih mudah menolak jajanan instan ketika dewasa. Kebiasaan kecil ini bisa jadi bekal gaya hidup sehat seumur hidup.
Buah juga punya nilai sosial. Tradisi sederhana seperti makan buah bersama keluarga setelah makan malam bisa mempererat ikatan emosional. Anak belajar berbagi, bersyukur, dan menikmati momen kebersamaan.
Tak kalah penting, ada aspek ekonomi. Dengan mengonsumsi buah lokal, kita ikut menyejahterakan petani dan menggerakkan roda ekonomi desa. Semakin banyak anak suka buah, semakin kuat pula pasar buah dalam negeri.
Akhirnya, semua ini bermuara pada lahirnya generasi kuat. Anak-anak yang sehat, cerdas, dan bahagia adalah modal bangsa untuk menghadapi masa depan. Jadi, setiap potongan buah hari ini sejatinya adalah tabungan emas untuk esok.
Dari semua uraian di atas, membiasakan makan buah membantu dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (sustainable development goal, SDG), terutama SDG3 (Kehidupan Sehat dan Sejahtera), SDG4 (Pendidikan Berkualitas), dan SDG12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab).
Penutup
Buah adalah anugerah sederhana dengan manfaat luar biasa. Ia bukan sekadar camilan, melainkan fondasi kesehatan, kebahagiaan, dan masa depan anak-anak. Tantangan memang ada, tapi bisa diatasi dengan strategi kreatif, dukungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Buah adalah investasi generasi. Setiap potongan buah yang kita berikan hari ini adalah tabungan kesehatan dan masa depan anak-anak kita. Mari mulai dari hal kecil: menyediakan buah di meja makan, menjadikannya camilan utama, dan mengajarkan anak bahwa buah itu bukan kewajiban, melainkan kesenangan.
Karena pada akhirnya, buah itu asik. Buah itu sehat. Buah itu masa depan. Dan masa depan generasi kita ada di tangan anak-anak yang tumbuh dengan tubuh kuat, pikiran cerdas, dan hati bahagia—semua dimulai dari kebiasaan sederhana: makan buah setiap hari.
Jangan lupa, mulai hari ini, yuk pilih buah sebagai camilan favorit! Karena “Buah itu Sehat! Buah itu Enak! Buah itu Keren! Buah itu Asik!”
*Prof. Dr. Ir. H. Sudarsono, M.Sc. Ketua DPP Korbid Departemen Litbang, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup (LISDAL) DPP LDII
*Ir. Hj. Sri Sartikah Anggota Departemen Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga (PPKK) DPP LDII












