Oleh Atus Syahbudin
Perubahan iklim sudah terasa hingga ke dalam rumah. Suhu Kota Yogyakarta terasa kian panas, hujan turun tak menentu, dan kerusakan akibat bencana makin sering tampak. Urusan sampah pun tak kunjung usai. Namun di tengah keresahan itu, sesungguhnya pahlawan hijau sedang bekerja tanpa menunggu tibanya Hari Pahlawan.
Mereka adalah warga kampung, para kiai, dan santri pesantren yang beramal saleh untuk menjaga bumi dari kerusakan. Mereka beriman pula bahwa bumi ini milik Allah SWT (QS. Al-Baqarah: 29). Manusia hanya diamanahkan untuk menempati dan beribadah kepada-Nya. Kelak, pastilah setiap amanah akan dimintai pertanggungjawabannya.
Saat ini Program Kampung Iklim (ProKlim) yang digagas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tumbuh subur di wilayah DIY. Contoh di Sleman, warga Kampung Sangurejo membuat Jugangan Ing Omah (Jugangin Om), sanggar ecoprint dan healing village bersama DLHK, BRIN, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), gerakan pramuka, UGM, dan Universiti Putra Malaysia.
Sementara di Kampung Rejowinangun, Kotagede, bank sampah menjadi motor ekonomi sirkular. Warga menabung sampah plastik dan menukarnya dengan sembako. Di Gunungkidul, kelompok tani Dusun Pacarejo menanam ribuan pohon jati dan sengon dalam skema ikebun karboni. Tujuannya bukan hanya penghijauan, melainkan untuk menu- runkan emisi gas rumah kaca. Mereka mengelola air hujan, membuat lubang biopori, dan menjaga sumur resapan agar air tanah tidak cepat habis. Semua kegiatan itu dilakukan gotong royong, tanpa menunggu bantuan besar dari luar.
Selain itu, para petani Desa Sumbergiri Ponjong mengubah limbah pertanian menjadi biochar — bahan padat kaya karbon yang dihasilkan dari limbah organik — untuk menyuburkan tanah di pertanian lahan kering mereka. Semangat hijau yang sama kini juga bersemi di dunia pesantren.
Di Pondok Pesantren (Ponpes) Krapyak Yayasan Ali Maksum, para santri diajarkan bahwa kebersihan dan kepedulian terhadap alam adalah bagian dari akhlak mulia. Mereka meluncurkan program Krapyak Peduli Sampah sejak 12 Juli 2023, yang menerapkan prinsip 3R (Reduce, reuse, recycle). Demikian pula Ponpes Kutubus Sittah Mulyo Abadi Sleman yang halamannya berupa taman indah nan hijau. Dari sini lahirlah kesadaran bahwa menjaga bumi bukan sekadar urusan lingkung-an, tetapi juga bagian dari ibadah.
Gerakan zero waste pesantren memberi warna baru dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Jika Program Kampung Iklim menum- buhkan kesadaran ekologis di tingkat komunitas, maka pesantren menanamkannya di ranah moral dan spiritual. Santri diajarkan ayat la tufsidu fi al-ardóijangan– lah berbuat kerusakan di muka bumi sebagai dasar tindakan ekologis. Mereka bukan hanya mengaji, tetapi mengamalkannya.
Kolaborasi antara dua kekuatan ini ‘ProKlim dan Ponpes Zero Waste’ menjadi modal sosial besar bagi Yogyakarta. Pemerintah daerah dapat memperkuat sinergi antara Dinas Lingkungan Hidup, Kantor Kementerian Agama, serta jaringan pesantren untuk membangun lebih banyak lagi ecopesantren dan kampung iklim. Jika tiap pesantren di DIY mengelola sampahnya sendiri dan tiap Proklim, maka target nol kampung menyukseskan emisi bukan lagi mimpi.
Pahlawan hijau sejati bukan mereka yang berceramah di podium, tapi mereka yang menanam pohon di halaman dan memilah sampah di rumahnya. Mereka termasuk pembuat jugangan di Sangurejo, pengompos di Sorosutan, atau penghemat air wudhu. Ada pula Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), Kader Hijau Muhammadiyah (KHM), Generasi Muda Indonesia Bela Lingkungan (GEMILANG) LDII, Bumi Langit Institute, dll.
Mereka tidak terkenal, tapi langkah kecil mereka menyela- matkan masa depan kita semua. Menjadi pahlawan hijau tidak memerlukan momentum hari peringatan. Cukup mulai dari rumah kita sendiri dengan meminimkan sampah dan memilahnya, termasuk mengurangi plastik dan menanam satu pohon saja. Jadikan kegiatan melestarikan bumi bagian dari iman dan amal shaleh. Mari jadilah pahlawan hijau hari ini. (Tulisan ini pernah ditayangkan di Harian Kedaulatan Rakyat berjudul “Pahlawan Hijau dari Kampung Iklim dan Pesantren Zero Waste”, edisi Selasa 11-11-2025 halaman 7)
*) Ir. Atus Syahbudin, S.Hut., M.Agr., Ph.D., IPU., adalah Dosen Fakultas Kehutanan UGM, Pegiat Kyai Peduli Sampah dan ProKlim LDII, sekaligus pengurus Departemen LISDAL DPP LDII.











