Jakarta (2/6). Menyikapi ancaman perubahan iklim, Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM, Ris Hadi Purwanto menyuarakan nature-based solution (NbS) atau solusi berbasis alam. Hal itu ia ungkapkan pada webinar bertajuk “Pengenalan Jejak Karbon dan Cadangan Karbon dalam Upaya Mengatasi Perubahan Iklim”, yang diselenggarakan DPP LDII bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup/ Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, pada Sabtu (31/5).
“Meningkatnya suhu bumi disebabkan sisa panas yang kurang diserap oleh tumbuhan, untuk pembuatan biomassa selama fotosintesis. Maka diperlukan solusi berbasis alam untuk menanggulangi hal ini,” ujar Ris Hadi.
Ia menegaskan, saat ini, umat manusia menghadapi ancaman nyata perubahan iklim yang berdampak pada kelangsungan hidup di masa depan. “Peningkatan suhu bumi dan efek gas rumah kaca, merupakan isu utama global climate change,” tutur Guru Besar Manajemen Hutan UGM tersebut.
Ris Hadi menjelaskan, bencana alam seperti banjir dan tornado, merupakan dampak dari perubahan iklim. “Suhu bumi yang naik, membuat es kutub mencair, sehingga permukaan air laut kian meningkat,” katanya.
Selanjutnya, Ris Hadi menjelaskan, kegiatan apapun yang dilakukan, berpotensi mengeluarkan emisi karbon. “Stok karbon, merupakan jumlah total karbon yang disimpan dalam suatu sistem, seperti biomassa tumbuhan, tanah, atau produk kayu, pada waktu tertentu,” pungkasnya.
Ia mengungkapkan, 50 ton karbon CO2, dapat diserap satu hektar hutan tropis. Untuk itu, diperlukan pengelolaan stok karbon untuk mengatasi perubahan iklim. “Dapat dimulai dari skala terkecil, lingkup rumah tangga,” jelas Ris Hadi.
Misalnya, dengan komitmen melaksanakan penanaman pohon oleh masing-masing individu atau rumah tangga. “Sesuai dengan jumlah karbon harian yang dihasilkan,” tutupnya. (TF/LINES).