Lampung (6/8). Delapan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) yang tergabung dalam “Tim Kuliah Kerja Nyata (KKN) Natarian 2025”, menggelar sosialisasi bertajuk “Zero Waste Pondok Pesantren”. Kegiatan tersebut berlangsung di Pondok Pesantren Nurul Huda (PPNH), Natar, Lampung Selatan, pada Senin (28/7).
Kegiatan tersebut menyasar seluruh santri dari tingkat SMP, SMA, hingga santri reguler. Sosialisasi bertujuan memperkenalkan gaya hidup *zero waste*, yakni pola hidup yang meminimalkan produksi sampah hingga nyaris nol dan menciptakan sistem sirkular dalam pengelolaan sumber daya.
“Zero waste bukan hanya soal membuang sampah dengan benar, tapi bagaimana meminimalkan produksi sampah sejak dari sumbernya,” jelas Naufal Haidar Jawad, Koordinator KKN Unit Natarian. Ia menambahkan, pondok pesantren bisa menjadi contoh praktik keberlanjutan yang berbasis nilai-nilai religius.
Tim KKN UGM terdiri dari Naufal Haidar Jawad (Teknik Elektro), Herlambang Arief Saputra dan Nur Rizkia Meilani (Pengelolaan Hutan), Fakih Widatmojo (Ilmu Komputer), Reynata Diva Vanessa (Sejarah), Ulinucha Azizah Qurrota Ayun (Farmasi), Melia Maulani Dewi (Teknologi Rekayasa Internet), dan Gefira Prameswara (Teknik Sipil). Mereka dibimbing oleh Atus Syahbudin, dari Fakultas Kehutanan UGM.
Dalam pemaparannya, Naufal menyampaikan sejumlah program pendukung zero waste di lingkungan pondok. Di antaranya, budidaya maggot Black Soldier Fly (BSF) untuk mengolah sampah organik dapur. Bank sampah sebagai solusi pengelolaan sampah anorganik. “Instalasi sistem aquaponik yang menggabungkan budidaya lele dan tanaman sayur, serta pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sebagai contoh penerapan energi terbarukan,” tuturnya.
Setelah sesi sosialisasi, para santri terlibat dalam pelatihan budidaya maggot dan pengenalan sistem aquaponik. Mereka diajak menyaksikan proses pengolahan sampah organik menggunakan larva BSF di kandang maggot yang telah disiapkan.
“Maggot adalah pengurai sampah organik terbaik. Selain mengurangi limbah dapur, maggot juga bisa dijadikan pakan ternak,” ujar Herlambang Arief Saputra, mahasiswa Pengelolaan Hutan UGM, yang menjadi inisiator program maggot di pesantren. Ia menekankan, maggot bernilai ekonomis dan dapat mengurai sampah dengan cepat.
Santri juga diperkenalkan dengan sistem aquaponik terintegrasi bioflok, di mana air limbah dari kolam lele digunakan untuk menyuburkan tanaman. “Sistem ini membuat budidaya lele dan sayur saling menguntungkan. Air limbah dari kolam lele menjadi pupuk bagi tanaman, sedangkan tanaman membantu menjernihkan air,” jelas Fakih Widatmojo, mahasiswa Ilmu Komputer UGM.
Program ini tidak hanya meningkatkan kesadaran lingkungan, tetapi juga ditujukan untuk mendukung ketahanan pangan pesantren. Sayuran hasil panen dari sistem aquaponik dapat dikonsumsi langsung oleh santri, sekaligus menjaga ekosistem kolam agar tetap sehat.
Kegiatan ini disambut antusias oleh para santri yang aktif mengikuti setiap sesi. Menurut pengurus Yayasan Nurul Huda, Madiyo, kolaborasi ini membawa semangat baru dalam membentuk karakter santri yang peduli lingkungan. “Santri tidak hanya belajar ilmu agama, tetapi juga diajak untuk mencintai dan menjaga lingkungan hidup. Ini sangat sejalan dengan nilai-nilai pesantren kami,” tutur Madiyo.
Keberhasilan program ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, baik dari Universitas Gadjah Mada maupun lingkungan Pondok Pesantren Nurul Huda. Inisiatif ini menunjukkan bahwa lembaga pendidikan keagamaan mampu menjadi pelopor dalam gerakan keberlanjutan berbasis eco-religion. Harapannya, nilai-nilai cinta lingkungan yang ditanamkan di pesantren dapat mengakar dalam kehidupan para santri dan meluas ke masyarakat sekitar sebagai gerakan berkelanjutan.