oleh Budi Muhaeni*
Generasi pendahulu bangsa ini adalah saksi hidup betapa mahalnya harga sebuah kemerdekaan. Ada yang berjuang mengangkat bambu runcing, ada yang berkorban menahan lapar, bahkan ada yang rela meninggalkan keluarga demi cita-cita besar bernama Indonesia merdeka. Semua itu kini menjadi sejarah, tetapi tanggung jawab kita sebagai generasi tua belum selesai. Justru ada amanah baru: bagaimana memastikan api semangat juang itu tetap menyala di tangan generasi penerus.
Bukan Sekadar Cerita, Tapi Teladan
Anak muda belajar bukan hanya dari apa yang mereka dengar, tetapi dari apa yang mereka lihat setiap hari. Albert Bandura, melalui teori social learning, menegaskan: manusia belajar terutama dengan meniru.
Itu artinya, semangat juang tidak bisa diwariskan hanya lewat cerita heroik di meja makan atau nasihat panjang di ruang pengajian. Nilai itu harus hadir nyata dalam kehidupan sehari-hari. Cara kita bekerja dengan sungguh-sungguh, cara kita menepati janji, cara kita bersabar ketika diuji-itulah yang paling membekas di hati mereka.
Pernahkah kita lihat seorang kakek yang meski sudah renta tetap datang paling awal ke masjid, atau seorang ibu yang dengan sabar mendampingi cucunya belajar Al-Qur’an setiap malam? Tanpa kata- kata pun, generasi muda akan paham: semangat juang itu berarti konsistensi, kesetiaan pada nilai, dan kesungguhan hati.
Menyambung Tradisi Perjuangan
Rasulullah SAW bersabda: “Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak menempatkan hak orang yang berilmu pada tempatnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi)
Hadis ini menegaskan pentingnya keterhubungan antar generasi. Generasi tua punya kewajiban menjaga martabatnya dengan keteladanan, generasi muda wajib belajar dan menghormati, sementara orang berilmu harus diberi tempat sesuai kedudukannya. Bila mata rantai ini terputus, maka rapuhlah umat.
Strategi Mewariskan Semangat Juang
Agar semangat juang tidak hilang ditelan arus zaman, ada beberapa langkah sederhana yang bisa kita lakukan:
- Jadilah teladan hidup – Anak muda lebih percaya pada contoh nyata dibanding kata-kata indah.
- Bangun komunikasi dua arah – Dengarkan suara mereka, jangan hanya memberi instruksi. Dengan begitu, nilai perjuangan lebih mudah meresap.
- Gunakan bahasa zaman mereka – Cerita heroik masa lalu perlu dikemas dengan cara yang akrab bagi anak muda, termasuk lewat media digital.
- Tanamkan makna, bukan sekadar ritual – Ajarkan esensi dari disiplin, kerja keras, dan integritas, bukan hanya aturan tanpa alasan.
- Doakan dan bimbing dengan kasih sayang – Kata bisa mengajar, teladan bisa menunjukkan, tapi doa orang tua bisa membuka jalan keberhasilan anak cucu.
Api yang Harus Terus Menyala
Kita yang sudah melewati berbagai fase kehidupan tahu betul bahwa hidup bukan sekadar mengejar harta atau kedudukan. Warisan terbesar yang bisa kita tinggalkan adalah nilai perjuangan: kejujuran, kesabaran, kerja keras, dan kasih sayang.
Anak muda mungkin tidak akan mengulang medan juang kita, tetapi mereka punya medan juang sendiri: melawan malas, melawan budaya instan, melawan godaan hidup tanpa arah. Tugas kita adalah menjaga api itu tetap menyala, lalu menyerahkannya kepada mereka agar bisa menyesuaikan dengan tantangan zamannya.
“Generasi tua adalah penjaga api, generasi muda adalah pembawa api. Bila keduanya seirama, maka cahaya perjuangan akan terus menerangi bangsa ini.”
*) Budi Muhaeni adalah Dewan Penasehat DPD LDII Balikpapan