Jakarta (15/6). Dunia pasca-kampus bukan lagi sekadar ruang untuk mengejar ijazah lanjutan. Bagi para lulusan kelas 12 Minhajushobirin Boarding School, tantangan ke depan justru menuntut lebih banyak: menjadi insan yang melek teknologi, memahami akar kebangsaan, dan tetap berpegang pada nilai keislaman.
Hal tersebut disampaikan Pembina Yayasan Minhajushobirin, Deni Rahmat Banani pada Sabtu, 15 Juni 2025 di Minhajushobirin Boarding School, Jakarta Timur.
“Anak-anak tidak boleh lepas dari teknologi. Justru mereka harus jadi pelaku utama dalam pemanfaatan teknologi dan kecerdasan buatan (AI) untuk kesejahteraan masyarakat,” ujar Deni.
Dalam sambutannya, ia menekankan bahwa peran santri hari ini bukan hanya dalam lingkup masjid atau majelis taklim, tetapi juga dalam dunia digital, riset, bahkan teknologi industri. Menurut Deni, sejak dini para siswa telah dibekali budaya literasi dan kedisiplinan dalam memanfaatkan gawai. Di pondok, gadget bukan musuh, tapi alat.
“Kami ajarkan mereka bukan hanya memakai, tapi memahami. Apa itu etika digital, bagaimana belajar dari internet dengan benar, bagaimana AI bisa mendukung dakwah dan pengabdian sosial,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Ulya Minhajushobirin Islamic School, Adi Saputra menyoroti pentingnya nasionalisme dalam kurikulum pendidikan pesantren. Ia menyebutkan bahwa nilai cinta Tanah Air tidak diajarkan sebagai teori semata, tapi dihidupkan lewat praktik dan pembiasaan.
“Setiap peringatan hari besar nasional kami gelar upacara. Di kelas, mereka dikenalkan tokoh-tokoh bangsa. Kami ingin mereka paham, bahwa menjadi santri juga berarti menjadi warga negara yang utuh,” katanya.
Adi berharap, para lulusan tak hanya membawa ilmu agama saat melanjutkan studi atau kembali ke masyarakat, tapi juga semangat kebangsaan yang sudah ditanamkan sejak duduk di bangku madrasah. “Kami ingin mereka jadi agen perubahan. Menyampaikan nilai Islam dengan cara yang sejuk, dan menanamkan rasa cinta tanah air di mana pun mereka berada,” ujarnya.
Tahun ini, Minhajushobirin juga mencatat langkah penting dalam sejarah pendidikannya. Program Pendidikan Kesetaraan Pondok Pesantren Salafiyah (PKPPS) kini telah bertransformasi menjadi Madrasah Aliyah (MA) Minhajushobirin Boarding School.
“Perubahan ini, menjadi bentuk kesiapan institusi dalam menjawab kebutuhan zaman dengan memadukan kekuatan tradisi pesantren dengan standar pendidikan formal yang unggul,” ujar Adi. (Wicak/LINES)
Semoga Ponpes Mijusho tambah lancar besar manfaat barokah
Aamiin