Oleh Sudarsono*
Menjaga kelembapan kulit wajah adalah kebutuhan utama, tak hanya bagi perempuan, laki-laki juga semakin menyadari pentingnya perawatan kulit. Tak heran, bisnis kosmetik pelembap kulit menjadi pasar yang sangat besar. Dari riset bahan baku pelembap (humektan) alami berbasis nanoselulosa, Tri Widayati Putri berhasil meraih gelar Doktor pada akhir tahun 2025.
Kelembaban kulit wajah bukan sekadar urusan kecantikan, melainkan bagian penting dari kesehatan kulit secara keseluruhan. Kulit yang terhidrasi baik akan lebih tahan terhadap faktor lingkungan, lebih lambat menua, dan membuat penampilan lebih segar. Kelembapan kulit wajah juga berfungsi mencegah penuaan dini, dan membuat kulit tampak bercahaya (glowing). Sebaliknya, kulit kering mudah kusam dan rentan iritasi. Karena itu, rutinitas menjaga kulit tetap lembap menjadi kebutuhan harian agar kulit selalu sehat, sekaligus peluang bisnis bernilai miliaran rupiah.
Pelembap kulit bisa dibuat dari bahan alami maupun kimiawi. Bahan alami umumnya berasal dari tumbuhan, minyak nabati, hewani atau biopolimer seperti nanoselulosa. Kini, berbagai penelitian menunjukkan bahwa bahan alami tidak kalah efektif dibandingkan bahan kimiawi dalam menjaga kelembapan kulit. Selain lebih ramah lingkungan, pelembap alami juga cenderung minim risiko iritasi dan sering mengandung nutrisi tambahan yang menyehatkan kulit.
Beberapa bahan alami tradisional memang memiliki kekurangan, seperti daya tahan yang lebih singkat atau tekstur yang lebih kental. Namun, kemajuan teknologi memungkinkan lahirnya bahan alami generasi baru seperti nanoselulosa, yang memiliki tekstur ringan, stabilitas tinggi, dan kemampuan mengikat air yang sangat baik.
Sementara itu, bahan pelembap kimiawi merupakan hasil sintesis di laboratorium yang diformulasikan khusus untuk menjaga kelembapan kulit secara cepat dan stabil. Kelebihannya, efeknya sering kali lebih cepat terlihat dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan kulit. Namun, beberapa jenis bahan kimiawi berpotensi menimbulkan reaksi alergi atau iritasi, sehingga penggunaannya perlu melalui uji keamanan dan alergenisitas yang ketat.
Bertolak dari ketertarikannya dengan riset di bidang bahan kosmetika alami itulah yang mendorong Tri Widayati Putri (Wida), mengambil studi S3 Ilmu Kimia pada bulan Agustus tahun 2023, dan melakukan penelitian tentang nanoselulosa, sehingga menyelesaikan studi S3-nya di bulan November tahun 2025.
Wida adalah seorang ibu dari tiga anak yang bekerja sebagai dosen, sekaligus Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Institut Teknologi dan Bisnis Maritim Balik Diwa. Ia juga aktif sebagai Ketua Biro Penelitian dan Pengembangan (Litbang), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek), Sumberdaya Alam, dan Lingkungan Hidup (LISDAL), DPW LDII Kota Makasar, Sulawesi Selatan.

Alasan Wida menekuni penelitian nanoselulosa karena melihat tingginya permintaan dan minat masyarakat terhadap produk kosmetik, khususnya pelembap kulit, yang telah membuat industri kosmetik berkembang pesat. Namun, sebagian besar kosmetik yang beredar di pasaran masih berbasis bahan sintetis (kimiawi), yang berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan kulit sensitif pengguna, serta produksinya tidak berkelanjutan (tidak sustainable), dan membawa dampak negatif jangka panjang bagi lingkungan.
Komponen penting dalam formulasi kosmetik adalah humektan, yang berfungsi menjaga kelembapan kulit. Oleh karena itu, menemukan alternatif humektan yang bersumber dari bahan alam yang aman, ramah lingkungan, dan berkelanjutan dipilih Wida sebagai topik penelitian disertasinya. Salah satu bahan humektan potensial ialah selulosa yang berasal dari sumber daya laut seperti rumput laut jenis Caulerpa racemosa.
Menurut Wida, selulosa dari rumput laut memiliki biokompatibilitas yang baik dengan jaringan kulit manusia serta memiliki kapasitas retensi dan permeabilitas air yang tinggi, sehingga potensial digunakan sebagai bahan aktif pelembap alami (humektan). Keunggulan lain dari selulosa asal rumput laut adalah sifat bioaktifnya, yang berpotensi memberikan manfaat tambahan bagi kesehatan kulit.
Untuk dapat digunakan sebagai humektan, selulosa dari C. racemosa perlu diubah menjadi nanoselulosa menggunakan metode microwave, yang merupakan teknik ekstraksi modern dengan efisiensi energi tinggi, waktu proses singkat, serta penggunaan bahan kimia yang minimal. Metode ini sejalan dengan prinsip green chemistry dan clean production.
Lebih lanjut, Wida menyampaikan bahwa nanoselulosa hasil ekstraksi dapat diaplikasikan pada formulasi kosmetik krim dan telah diuji efektivitasnya sebagai humektan alami. Penelitian disertasi Wida tidak hanya bertujuan untuk menghasilkan produk kosmetik alami dan aman, yang sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG), khususnya SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera mengingat nanoselulosa mendukung kesehatan kulit dengan cara aman.
Penelitian disertasi Wida juga merupakan langkah strategis dalam mengurangi ketergantungan terhadap humektan yang berasal dari bahan kimiawi sintetis, yang sejalan dengan SDG 12: Konsumsi dan Produksi Bertanggung Jawab karena mengurangi ketergantungan pada bahan sintetis. Lebih lanjut, ke depannya hilirisasi hasil penelitian ini akan mendorong pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan, dan mengembangkan potensi ekonomi biru (blue economy) di Indonesia yang sangat erat kaitannya dengan SDG 14: Ekosistem Laut karena pemanfaatan rumput laut secara bijak mendukung blue economy.
Hasil penelitian disertasi Wida saat ini dalam proses pengajuan perlindungan paten untuk formulasi dan metode ekstraksi nanoselulosanya dan HAKI untuk merek dagangnya. Dari hasil penelitiannya, Wida juga mendapat kesempatan mempresentasikan di konferensi international dan terpilih sebagai best presenter. Selain itu, empat manuskrip publikasi internasional, salah satunya telah terbit di jurnal internasional terindeks Scopus Q1 dan tiga yang lain masih dalam proses review.
Lebih lanjut Wida berharap hasil penelitian disertasinya dapat berkontribusi dalam pengembangan nanoselulosa asal rumput laut Caulerpa racemosa sebagai humektan alami, yang mendukung konsep green chemistry dan green cosmetics, serta mengurangi penggunaan bahan sintetis yang tidak berkelanjutan.
Ia juga berharap masyarakat pesisir dan pelaku usaha akan dapat memanfaatkan peluang pengembangan rumput laut dan memperluas pemanfaatan hasil laut ke arah produk bernilai tambah tinggi, meningkatkan nilai ekonomi dan daya saing produk berbasis rumput laut lokal, serta sekaligus menciptakan peluang usaha baru bagi masyarakat pesisir. Semuanya itu sebagai implementasi nyata dari konsep blue economy yang berorientasi pada pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan dan ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan SDG 14: Ekosistem Laut yaitu pemanfaatan rumput laut secara bijak mendukung blue economy dan SDG 1: Tanpa Kemiskinan karena hilirisasi produk membuka peluang usaha bagi masyarakat pesisir.
Pada penelitian selanjutnya, Wida akan melakukan hilirisasi dan komersialisasi nanoselulosa sebagai humektan alami. Nanoselulosa asal rumput laut hasil risetnya akan dikembangkan menjadi produk kosmetik fungsional. Selain itu, Wida akan melakukan kolaborasi dengan industri kosmetik lokal dan lembaga penelitian untuk memperkuat aspek penerapan produk nanoselulosa dan keberlanjutan teknologi ekstraksinya.
Itulah sosok Tri Widayati Putri, seorang warga LDII yang telah mewujudkan karya dan kontribusi dalam pengembangan nanoselulosa, humektan alami sebagai bahan aktif kosmetika dan terus menggelorakan semangat untuk meningkatkan nilai tambah produk lokal bahan kosmetik asli Indonesia. Bagi Tim DPP LDII, selain berkesempatan mendokumentasikan karya dan kontribusi warga LDII, juga belajar tentang nanoselulosa yang berpotensi besar dalam industri kosmetika. Salam kulit sehat dan glowing dari Makassar, Sulawesi Selatan.
**) Prof. Dr. Sudarsono, M.Sc., adalah Koordinator Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek), Sumberdaya Alam, dan Lingkungan Hidup (LISDAL), Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia (DPP LDII).











