Jakarta (11/9). Perubahan Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) menjadi Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia diharapkan dapat mentransformasi penyelenggaraan ibadah haji. Perubahan besar yang diharapkan adalah kenyamanan dan keamanan para jamaah.diharapkan menjadi transformasi rukun Islam kelima tersebut.
Hal tersebut ditegaskan Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso dalam keterangan persnya pada Kamis (11/9/2025), “Gus Irfan dan Dahnil Anzar Simanjutak, kami yakini akan mengubah pelayanan haji dan umrah menjadi semakin baik. Keduanya memiliki integritas, kapasitas dan kapabiltas yang baik. Di samping keduanya merupakan cendekiawan Islam sehingga memahami spiritual dan sisi multidimensi ibadah haji,” ujarnya.
Duet Gus Irfan dan Dahnil menurut KH Chriswanto, diharapkan dapat membenahi layanan haji dari sisi antrean haji, kualitas, digitalisasi, dan transparansi. Sebab, penunjukan mereka sebagai nakhoda Kementerian Haji dan Umrah, merupakan bagian dari keseriusan pemerintah dan DPR dalam menindaklanjuti masukan dan keluhan pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan ibadah haji.
Peralihan BPH menjadi Kementerian Haji dan Umrah, menurut KH Chriswanto bukan sekadar pergantian nomenklatur, “Dengan perubahan nomenklatur tersebut, Kementerian Haji dan Umrah memiliki memiliki posisi yang lebih kuat, alokasi anggaran yang pasti, dan koordinasi lintas lembaga bahkan antar negara menjadi solid dan lebih baik lagi,” paparnya.
LDII mengharapkan kehadiran Kementerian Haji dan Umrah tersebut, mampu mewujudkan
perbaikan dari penyederhanaan birokrasi, percepatan proses, peningkatan pelayanan jamaah, pengelolaan dana haji yang optimal, hingga perlindungan regulasi terhadap jamaah umrah dari tindakan pidana yang merugikan jamaah.
Sementara itu, Sekretaris Umum DPP LDII Dody Taufik Wijaya menyatakan, DPP LDII telah mengajukan 10 poin perbaikan ibadah haji, di antaranya yang pertama: persoalan percepatan antrean dengan penambahan kuota dan skema haji khusus. Kedua mengenai kejelasan atau transparansi pembagian kuota haji reguler dan khusus, untuk mencegah praktik jual-beli kuota dan penyalahgunaan visa non-haji.

Ketiga mengenai transparansi dan akuntabilitas keuangan, diperlukan keterbukaan melalui laporan berkala yang rinci mengenai pengelolaan dana haji: hasil investasi, biaya operasional, dan alokasi manfaat bagi jamaah. “Keempat prioritas untuk jamaah rentan seperti lansia, disabilitas, dan jamaah yang sudah lama menunggu dengan tujuan menegakkan asas keadilan dan perlindungan,” tutur Dody.
Dody menambahkan, usulan kelima berupa digitalisasi layanan seperti pengembangan aplikasi real-time, komprehensif, terintegrasi, dan user-friendly untuk: pendaftaran, pelunasan biaya, manasik, penyampaian keluhan dan masukan dan laporan perjalanan, “Keenam, kami berharap syarat perizinan diperkuat, dilengkapi sanksi tegas terhadap pelanggaran seperti penipuan, penggelapan dana, overbooking, atau penelantaran jamaah,” tegas Dody.
“Untuk usulan penguatan lembaga haji merupakan usulan ketujuh, Alhamdulillah sudah diakomodir dengan perubahan BPH menjadi Kementerian Haji dan Umrah,” paparnya. Dan yang ketujuh adalah, DPP LDII meminta penetapan standar pelayanan minimum, pada bidang akomodasi, transportasi, konsumsi, dan bimbingan ibadah, serta layanan kesehatan.
Sementara poin kedelapan adalah ketersediaan mekanisme hukum yang sederhana dan terjangkau, agar jamaah bisa menuntut haknya tanpa melalui proses yang panjang dan berbelit. Dan yang terakhir, kewajiban pemerintah menyediakan perlindungan asuransi jiwa, kesehatan, dan perjalanan berbasis syariah, “Selain itu ada manasik haji/umrah wajib berbasis kurikulum nasional dan modern, seperti penggunaan aplikasi digital atau simulasi Virtual Reality (VR) untuk persiapan jamaah,” ungkapnya.
Dody berharap duet Gus Irfan dan Dahnil Anzar Simanjuntak mampu mewujudkan ibadah haji yang nyaman dan aman, dan menjadi pengalaman berkesan sekali seumur hidup. Tentu, hal ini bukan pekerjaan mudah dan membutuhkan kolaborasi semua pihak.