Lembaga Dakwah Islam Indonesia
  • HOME
  • ORGANISASI
    • Tentang LDII
    • AD / ART LDII
    • Susunan Pengurus DPP LDII 2021-2026
    • 8 Pokok Pikiran LDII
    • Fatwa MUI
    • Daftar Website LDII
    • Video LDII
    • Contact
  • RUBRIK
    • Artikel
    • Iptek
    • Kesehatan
    • Lintas Daerah
    • Organisasi
    • Opini
    • Nasehat
    • Nasional
    • Seputar LDII
    • Tahukah Anda
  • LAIN LAIN
    • Kirim Berita
    • Hitung Zakat
    • Jadwal Shalat
  • DESAIN GRAFIS
    • Kerja Bakti Nasional 2025 dan 17 Agustus 2025
No Result
View All Result
  • HOME
  • ORGANISASI
    • Tentang LDII
    • AD / ART LDII
    • Susunan Pengurus DPP LDII 2021-2026
    • 8 Pokok Pikiran LDII
    • Fatwa MUI
    • Daftar Website LDII
    • Video LDII
    • Contact
  • RUBRIK
    • Artikel
    • Iptek
    • Kesehatan
    • Lintas Daerah
    • Organisasi
    • Opini
    • Nasehat
    • Nasional
    • Seputar LDII
    • Tahukah Anda
  • LAIN LAIN
    • Kirim Berita
    • Hitung Zakat
    • Jadwal Shalat
  • DESAIN GRAFIS
    • Kerja Bakti Nasional 2025 dan 17 Agustus 2025
No Result
View All Result
Lembaga Dakwah Islam Indonesia
No Result
View All Result
Home Artikel Opini

EcoPesantren: Dari Pesantren ke Revolusi Ekologis

2025/11/21
in Opini
0
Ilustrasi: Pinterest.

Ilustrasi: Pinterest.

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

Oleh Sudarsono dan Atus Syahbudin*

“Di tengah krisis lingkungan yang kian nyata—banjir, sampah plastik, hingga udara yang semakin sesak—kita sering bertanya: siapa yang akan memulai perubahan? Jawabannya bisa datang dari tempat yang tak terduga: pesantren. Lembaga pendidikan Islam ini berpotensi mampu melahirkan generasi hijau yang peduli pada bumi. Eopesantren hadir sebagai bukti bahwa menjaga alam bisa dimulai dari halaman pesantren.”

Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, kita sering lupa bahwa bumi yang kita pijak semakin rapuh. Banjir datang silih berganti, sampah plastik menumpuk di sungai, dan udara kian sesak oleh polusi. Semua ini bukan sekadar berita harian, melainkan alarm keras yang mengingatkan kita bahwa ada yang salah dalam cara kita memperlakukan alam. Pertanyaannya, siapa yang akan memulai perubahan?

Jawaban itu bisa datang dari tempat yang mungkin tak kita sangka: pesantren. Lembaga pendidikan Islam yang selama ini dikenal sebagai pusat pembinaan akhlak dan ilmu agama, ternyata menyimpan potensi besar untuk menjadi motor gerakan ekologis. Bayangkan ribuan santri yang setiap hari belajar disiplin, kebersamaan, dan nilai spiritual, kini juga diajak menanam pohon, memilah sampah, atau menghemat energi. Pesantren bukan hanya mencetak ulama, tetapi juga bisa melahirkan generasi hijau yang peduli pada bumi.

Konsep ini dikenal sebagai ecopesantren—sebuah gagasan segar yang mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan kepedulian lingkungan. Di sinilah titik awal harapan itu tumbuh: bahwa menjaga bumi bukan sekadar tugas ilmuwan atau aktivis, melainkan bagian dari ibadah yang bisa dimulai dari halaman pesantren.

Mengurai Konsep Ecopesantren

Ketika berbicara tentang pesantren, kita membayangkan lembaga pendidikan Islam yang menanamkan nilai-nilai moral, spiritual, dan kedisiplinan. Namun, dalam menghadapi krisis lingkungan yang semakin nyata, pesantren kini ditantang untuk menambahkan satu dimensi baru: kepedulian ekologis. Dari sinilah lahir gagasan ecopesantren.

Ecopesantren adalah sebuah konsep yang mengintegrasikan ajaran Islam dengan praktik menjaga alam. Dalam Islam, manusia di bumi selain beribadah kepada Alloh juga bertugas merawat dan melindungi ciptaan Allah. Prinsip ini menjadi landasan bahwa menjaga lingkungan bukan sekadar aktivitas sosial, melainkan bagian dari ibadah. Dengan ecopesantren, nilai spiritual dan ekologis berjalan beriringan.

Implementasi ecopesantren bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk. Ada pesantren yang membangun bank sampah untuk mengurangi limbah sekaligus mendidik santri tentang pentingnya daur ulang. Ada pula yang mengembangkan kebun organik, sehingga santri belajar bercocok tanam dengan cara ramah lingkungan dan menghasilkan pangan sehat. Bahkan, beberapa pesantren memanfaatkan energi biogas dari kotoran ternak untuk kebutuhan dapur, sehingga mengurangi ketergantungan pada gas elpiji.

Lebih dari sekadar praktik teknis, ecopesantren menanamkan kesadaran ekologis dalam kehidupan sehari-hari santri. Mereka diajak untuk hemat air, menanam pohon, dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Semua kegiatan ini dikaitkan dengan nilai-nilai keislaman, sehingga menjaga bumi dipahami sebagai bagian dari ketaatan kepada Allah.

Dengan demikian, ecopesantren bukan hanya tren modernisasi pesantren, melainkan sebuah gerakan yang menegaskan bahwa pendidikan Islam mampu menjawab tantangan zaman. Dari halaman pesantren, lahirlah generasi yang tidak hanya berakhlak mulia, tetapi juga peduli pada kelestarian bumi.

Kisah Inspiratif dan Praktik Nyata

Konsep ecopesantren bukan hanya gagasan, melainkan sudah hadir dalam praktik nyata di berbagai pesantren. Salah satu kisah inspiratif datang dari Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Melalui Pondok Pesantren Gadingmangu di Jombang, LDII bekerja sama dengan Fakultas Kehutanan UGM untuk memperkuat kapasitas santri dalam pengelolaan lingkungan. Program ini melatih santri mengolah sampah organik menjadi kompos, membuat eco-enzim, hingga memanfaatkan limbah plastik menjadi produk kreatif. Di Ponpes Wali Barokah Kediri, kegiatan ini bahkan mendapat apresiasi dari Dinas Lingkungan Hidup Jawa Timur sebagai teladan ecopesantren dan terpilih sebagai delapan besar ecopesantren terbaik di Jaw Timur untuk tahun 2025.

Selain LDII, ada pula contoh menarik dari Pondok Pesantren Al-Muhajirin di Purwakarta, Jawa Barat. Pesantren ini membangun sistem bank sampah yang dikelola langsung oleh santri. Setiap hari, santri membawa sampah terpilah dari asrama, lalu menukarnya dengan poin yang bisa digunakan untuk membeli kebutuhan kecil. Sistem ini bukan hanya mengurangi limbah, tetapi juga menanamkan kebiasaan disiplin dan tanggung jawab ekologis dalam kehidupan sehari-hari.

Di tempat lain, Pondok Pesantren Daarul Ulum di Bogor, Jawa Barat mengembangkan kebun organik sebagai bagian dari kurikulum. Santri diajak menanam sayuran tanpa pestisida, merawat tanah dengan pupuk alami, dan belajar tentang siklus ekologi. Hasil panen digunakan untuk konsumsi dapur pesantren, sehingga mereka merasakan langsung manfaat gaya hidup ramah lingkungan.

Sementara itu, Pondok Pesantren Darul Fallah di Ciampea, Bogor memanfaatkan energi biogas dari kotoran ternak. Santri terlibat aktif dalam proses pengolahan, mulai dari mengumpulkan bahan hingga mengoperasikan instalasi sederhana. Energi ini kemudian digunakan untuk memasak di dapur pesantren, mengurangi ketergantungan pada gas elpiji.
Cerita-cerita ini menunjukkan bahwa santri bukan hanya belajar agama, tetapi juga praktik menjaga bumi. Dari memilah sampah, menanam pohon, hingga mengolah energi, mereka membuktikan bahwa pesantren bisa menjadi laboratorium sosial untuk gerakan hijau.

Ecopesantren dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur
Gerakan ecopesantren yang lahir dari inisiatif masyarakat, seperti yang dilakukan LDII di Gadingmangu Jombang dan Wali Barokah Kediri, ternyata sejalan dengan arah kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Melalui program Eco-Pesantren Jawa Timur dan Eko-Tren OPOP (One Pesantren One Product), Pemprov Jatim menegaskan komitmen bahwa pesantren bukan hanya pusat pendidikan agama, tetapi juga motor penggerak pembangunan berkelanjutan.

Pemprov Jatim mendorong pesantren di Lumajang dan daerah lain untuk menjadi teladan dalam penghijauan, pengelolaan sampah, dan energi terbarukan. Dengan dukungan kebijakan dan pendanaan dari pemerintah, praktik yang sudah dilakukan LDII dan pesantren lain seperti Al-Muhajirin Purwakarta, Daarul Ulum Bogor, serta Darul Fallah Ciampea bisa diperkuat dan diperluas.

Program Eko-Tren OPOP oleh Pemprov Jawa Timur bahkan membuka peluang ekonomi hijau berbasis pesantren. Hal ini melengkapi upaya LDII dan pesantren lain yang sudah mengintegrasikan aspek lingkungan dengan pemberdayaan santri. Dengan demikian, pesantren tidak hanya menjaga bumi, tetapi juga menciptakan produk ramah lingkungan yang memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.

Keterkaitan ini menunjukkan bahwa gerakan ecopesantren bukan sekadar inisiatif lokal, melainkan bagian dari strategi regional menuju Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG). Dari kolaborasi pemerintah dan pesantren, lahirlah harapan bahwa Jawa Timur bisa menjadi pionir nasional dalam menjadikan pesantren sebagai pusat revolusi ekologis.

Tantangan dan Hambatan

Meski ecopesantren telah menunjukkan praktik nyata, setiap pesantren menghadapi tantangan yang berbeda. Pondok pesantren di lingkungan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), seperti yang di Gadingmangu Jombang dan Wali Barokah Kediri, misalnya, masih berhadapan dengan keterbatasan dana untuk memperluas program lingkungan. Instalasi pengolahan sampah dan energi terbarukan membutuhkan biaya besar, sementara pesantren harus tetap mengutamakan kebutuhan pendidikan dasar santri.

Di Pondok Pesantren Al-Muhajirin Purwakarta, tantangan muncul dari sisi partisipasi masyarakat sekitar. Program bank sampah yang dikelola santri berjalan baik, namun masih ada resistensi dari warga yang belum terbiasa memilah sampah. Hal ini membuat pesantren harus bekerja ekstra dalam edukasi lingkungan di luar tembok pesantren.

Pondok Pesantren Daarul Ulum Bogor yang mengembangkan kebun organik menghadapi hambatan teknis. Perawatan tanaman organik membutuhkan pengetahuan khusus, sementara santri masih belajar dasar-dasar pertanian. Tanpa pendampingan intensif, hasil panen kadang tidak maksimal.

Sementara itu, Pondok Pesantren Darul Fallah Ciampea yang memanfaatkan energi biogas menghadapi kendala teknis dan pemeliharaan. Instalasi biogas memerlukan perawatan rutin, dan jika tidak dijalankan dengan disiplin, produksi gas bisa menurun.

Secara umum, tantangan ecopesantren meliputi keterbatasan dana, kurangnya pengetahuan teknis, serta resistensi budaya yang menganggap isu lingkungan bukan prioritas utama dibandingkan pendidikan agama. Namun, hambatan ini justru membuka peluang kolaborasi dengan pemerintah, perguruan tinggi, dan NGO. Dengan dukungan yang tepat, pesantren dapat mengatasi kendala dan menjadikan ecopesantren sebagai gerakan berkelanjutan yang memberi dampak luas bagi masyarakat.

Ecopesantren Penting untuk Indonesia

Indonesia dikenal sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Di berbagai pelosok, pesantren tumbuh sebagai lembaga pendidikan yang dipercaya masyarakat, bukan hanya untuk mendidik ilmu agama, tetapi juga membentuk karakter santri. Dengan jumlah pesantren yang mencapai puluhan ribu, bayangkan jika semua pesantren mulai bergerak bersama dalam menjaga lingkungan. Dampaknya akan luar biasa, bukan hanya bagi santri, tetapi juga bagi masyarakat luas.

Ecopesantren menjadi penting karena ia menghubungkan dua hal mendasar: agama dan ekologi. Dalam Islam, menjaga bumi adalah amanah. Ketika pesantren mengajarkan hal ini secara praktis, maka nilai spiritual tidak berhenti di ruang kelas, tetapi menjelma dalam tindakan sehari-hari. Santri belajar bahwa menanam pohon dan mengurangi sampah plastik adalah bagian dari ibadah.

Lebih jauh, ecopesantren juga relevan dengan tantangan Indonesia saat ini. Krisis lingkungan seperti banjir, polusi udara, dan kerusakan hutan membutuhkan solusi berbasis komunitas. Pesantren, dengan jaringan sosialnya yang kuat, bisa menjadi pusat edukasi lingkungan bagi masyarakat sekitar. Program bank sampah, kebun organik, atau biogas yang dijalankan pesantren bukan hanya memberi manfaat internal, tetapi juga menginspirasi warga sekitar untuk ikut bergerak.

Selain itu, ecopesantren menyiapkan generasi hijau yang akan menjadi pemimpin masa depan. Santri yang terbiasa hidup ramah lingkungan akan membawa nilai itu ke masyarakat, bahkan ke ruang publik yang lebih luas. Dengan demikian, ecopesantren bukan hanya penting untuk pesantren itu sendiri, tetapi juga untuk masa depan Indonesia yang berkelanjutan. Dari pesantren, lahirlah harapan bahwa menjaga bumi bukan sekadar pilihan, melainkan bagian dari ibadah kolektif bangsa.

Ajakan dan Harapan

Gerakan ecopesantren telah menunjukkan bahwa pesantren berpotensi mampu menjadi pusat perubahan, bukan hanya dalam bidang spiritual, tetapi juga dalam menjaga kelestarian bumi. Namun, agar gerakan ini tidak berhenti sebagai inisiatif lokal, diperlukan dukungan yang lebih luas.

Pertama, pemerintah perlu melihat ecopesantren sebagai bagian dari strategi nasional menghadapi krisis lingkungan. Dukungan berupa pendanaan, pelatihan teknis, dan kebijakan ramah lingkungan akan memperkuat langkah pesantren yang sudah memulai gerakan hijau.
Kedua, akademisi dari perguruan tinggi dan NGO dapat menjadi mitra strategis. Kolaborasi seperti yang dilakukan LDII dengan Universitas Gadjah Mada membuktikan bahwa sinergi antara akademisi dan pesantren mampu menghasilkan program nyata, mulai dari pengelolaan sampah hingga pemanfaatan energi terbarukan.

Ketiga, masyarakat sekitar juga perlu ikut terlibat. Pesantren bukanlah menara gading yang terpisah dari lingkungannya. Ketika warga mendukung program bank sampah, kebun organik, atau biogas, maka dampaknya akan lebih luas dan berkelanjutan.

Harapan besar dari gerakan ecopesantren adalah lahirnya generasi hijau yang menjadikan kepedulian lingkungan sebagai bagian dari ibadah. Santri yang terbiasa menjaga bumi akan membawa nilai itu ke masyarakat, bahkan ke ruang publik yang lebih luas.

Menjaga bumi bukan sekadar pilihan, melainkan amanah. Dari halaman pesantren, kita belajar bahwa ibadah tidak hanya dilakukan di masjid atau ruang kelas, tetapi juga ketika kita menanam pohon, mengurangi sampah, dan merawat alam. Inilah jalan hijau yang bisa menjadi gerakan nasional: ecopesantren sebagai ibadah kolektif bangsa.

Ecopesantren adalah jalan hijau yang lahir dari lembaga pendidikan Islam, menghubungkan nilai spiritual dengan kepedulian ekologis. Dari LDII hingga pesantren Al-Muhajirin, Daarul Ulum, dan Darul Fallah, kita melihat praktik nyata: bank sampah, kebun organik, hingga energi biogas. Meski menghadapi tantangan dana, pengetahuan teknis, dan resistensi budaya, pesantren tetap menunjukkan bahwa menjaga bumi bisa dimulai dari langkah sederhana. Harapan besar dari gerakan ini adalah lahirnya generasi santri yang tidak hanya berakhlak mulia, tetapi juga peduli pada kelestarian lingkungan.

Merealisasikan Ecopesantren selaras dengan tujuan Pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals), yaitu SDG 4. Pendidikan yang berkualitas karena Ecopesantren memperluas makna pendidikan, tidak hanya membentuk akhlak, tetapi juga membekali santri dengan keterampilan ekologis; SDG 12. Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan karena praktik daur ulang dan pengolahan sampah, yang diimplementasikan dalam Ecopesantren adalah contoh nyata konsumsi dan produksi yang ramah lingkungan; dan SDG 13. Penanganan Perubahan Iklim karena dengan menanam pohon, mengurangi sampah plastik, dan menggunakan energi terbarukan, pesantren berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim.

Dengan demikian, Ecopesantren bukan hanya gerakan lokal, tetapi bagian dari upaya global untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Dari halaman pesantren, berpotensi lahir kontribusi nyata bagi bumi dan masa depan umat manusia.

*) Prof. Ir. H. Sudarsono, M.Sc., adalah Koordinator Bidang (Korbid), Penelitian dan Pengembangan (Litbang), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek), Sumberdaya Alam, dan Lingkungan Hidup (LISDAL).

Atus Syahbudin, P.hD, adalah Anggota, Departemen Penelitian dan Pengembangan (Litbang), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek), Sumberdaya Alam, dan Lingkungan Hidup (LISDAL), Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia (DPP LDII)

Tags: EcopesantrenEkologisRevolusi

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

KOMENTAR TERKINI

  • Caca on Singgih Tri Sulistiyono: KH Sholeh Darat Melawan Kolonialisme dengan Intelektual dan Spiritual
  • Caca on KH Chriswanto Santoso: Asas LDII Itu Pancasila dan Konsisten Ikuti Jejak Ormas Islam Pendahulunya
  • Caca on LDII Harap Kakao dan Kopi Tingkatkan Ekspor dan Daya Saing Komoditas
  • Caca on SMK Multazam Bogor Kunjungan Kerja ke DPP LDII Belajar Etika Kerja dan Media Sosial
  • Caca on Peringati HSN 2025, Ponpes Wali Barokah Ikuti Acara Mancing Sarungan
  • Trending
  • Comments
  • Latest
Malas Shalat dan Benci Infaq

Malas Shalat dan Benci Infaq

November 17, 2025
DPP LDII Melihat Potensi Budidaya Kopi dan Kakao Mampu Topang Swasembada Pangan

DPP LDII Melihat Potensi Budidaya Kopi dan Kakao Mampu Topang Swasembada Pangan

November 16, 2025
KH Chriswanto Santoso: Sisi Religiusitas TNI Perlu Diperkuat untuk Jaga Kedaulatan Bangsa

LDII Gelar Bimtek untuk Dukung Program Swasembada Pangan

November 16, 2025
Ponpes Al Ubaidah Kerja Sama dengan Kodam V/Brawijaya Bekali Wawasan Kebangsaan Santri

Ponpes Al Ubaidah Kerja Sama dengan Kodam V/Brawijaya Bekali Wawasan Kebangsaan Santri

November 16, 2025
Malas Shalat dan Benci Infaq

Malas Shalat dan Benci Infaq

5
DPP LDII Melihat Potensi Budidaya Kopi dan Kakao Mampu Topang Swasembada Pangan

DPP LDII Melihat Potensi Budidaya Kopi dan Kakao Mampu Topang Swasembada Pangan

5
KH Chriswanto Santoso: Asas LDII Itu Pancasila dan Konsisten Ikuti Jejak Ormas Islam Pendahulunya

KH Chriswanto Santoso: Asas LDII Itu Pancasila dan Konsisten Ikuti Jejak Ormas Islam Pendahulunya

2
Ponpes Al Ubaidah Kerja Sama dengan Kodam V/Brawijaya Bekali Wawasan Kebangsaan Santri

Ponpes Al Ubaidah Kerja Sama dengan Kodam V/Brawijaya Bekali Wawasan Kebangsaan Santri

2
EcoPesantren: Dari Pesantren ke Revolusi Ekologis

EcoPesantren: Dari Pesantren ke Revolusi Ekologis

November 21, 2025
Sisi “Remang-Remang” KUHP Baru Terkait Judi Online

Sisi “Remang-Remang” KUHP Baru Terkait Judi Online

November 21, 2025
Kabag Kesra Pemkot Buka Musda X LDII Surabaya, Ingatkan Perjuangan Pahlawan

Kabag Kesra Pemkot Buka Musda X LDII Surabaya, Ingatkan Perjuangan Pahlawan

November 21, 2025
LDII Surabaya Gelar Dialog Kebangsaan, Wujudkan Toleransi dan Harmoni

LDII Surabaya Gelar Dialog Kebangsaan, Wujudkan Toleransi dan Harmoni

November 21, 2025

DPP LDII

Jl. Tentara Pelajar No. 28 Patal Senayan 12210 - Jakarta Selatan.
Telepon: 0811-8604544

SEKRETARIAT
sekretariat[at]ldii.or.id
KIRIM BERITA
berita[at]ldii.or.id

BERITA TERKINI

  • EcoPesantren: Dari Pesantren ke Revolusi Ekologis November 21, 2025
  • Sisi “Remang-Remang” KUHP Baru Terkait Judi Online November 21, 2025
  • Kabag Kesra Pemkot Buka Musda X LDII Surabaya, Ingatkan Perjuangan Pahlawan November 21, 2025

NAVIGASI

  • Home
  • Contact
  • Jadwal Shalat
  • Hitung Zakat
  • Privacy Policy
  • NUANSA PERSADA

KATEGORI

Kirim Berita via Telegram

klik tautan berikut:
https://t.me/ldiibot

  • Home
  • Contact
  • Jadwal Shalat
  • Hitung Zakat
  • Privacy Policy
  • NUANSA PERSADA

© 2020 DPP LDII - Managed by KIM & IT Division.

No Result
View All Result
  • HOME
  • ORGANISASI
    • Tentang LDII
    • AD / ART LDII
    • Susunan Pengurus DPP LDII 2021-2026
    • 8 Pokok Pikiran LDII
    • Fatwa MUI
    • Daftar Website LDII
    • Video LDII
    • Contact
  • RUBRIK
    • Artikel
    • Iptek
    • Kesehatan
    • Lintas Daerah
    • Organisasi
    • Opini
    • Nasehat
    • Nasional
    • Seputar LDII
    • Tahukah Anda
  • LAIN LAIN
    • Kirim Berita
    • Hitung Zakat
    • Jadwal Shalat
  • DESAIN GRAFIS
    • Kerja Bakti Nasional 2025 dan 17 Agustus 2025

© 2020 DPP LDII - Managed by KIM & IT Division.