Jakarta (22/12). Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) menyatakan dukungannya terhadap program kebijakan Menteri Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) Nusron Wahid yang mendorong pengalihan aset milik umat, yang masih tercatat atas nama perorangan untuk dialihkan menjadi milik badan hukum yayasan keagamaan.
Kebijakan ini dinilai penting untuk memperkuat tata kelola kelembagaan, menjamin kepastian hukum, serta mencegah potensi konflik di kemudian hari. Menyikapi kebijakan tersebut, DPP LDII melaksanakan kegiatan “Monitoring Penatakelolaan Aset dan Yayasan Keagamaan”.
Kegiatan tersebut dilaksanakan pada Minggu (21/12/2025), di kantor DPP LDII, Jakarta, yang diikuti secara daring. Ketua DPP LDII Bidang Hukum dan HAM, Ibnu Anwarudin, mengatakan bahwa pengalihan aset ke atas nama yayasan merupakan langkah strategis dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan aset keagamaan. Menurutnya, aset yang digunakan untuk kepentingan dakwah, pendidikan, dan sosial seharusnya dilindungi secara hukum agar manfaatnya berkelanjutan dan tidak bergantung pada individu tertentu.
“LDII memandang kebijakan ini sejalan dengan prinsip tata kelola yang baik (good governance). Aset lembaga keagamaan pada hakikatnya adalah amanah umat, sehingga harus ditempatkan pada badan hukum yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, dalam praktiknya di tengah masyarakat masih ditemukan aset masjid, pesantren, sekolah, atau pusat kegiatan keagamaan yang secara administratif tercatat atas nama perorangan, baik pendiri maupun pengurus lama. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan persoalan hukum, termasuk sengketa ahli waris, konflik internal, hingga kesulitan dalam pengembangan Lembaga.
LDII, lanjutnya, mendorong seluruh jajaran pengurus di wilayahnya masing-masing untuk secara proaktif memberikan asistensi dan mengadvokasi kepentingan umat, dalam merapikan administrasi aset, termasuk melalui proses balik nama, pembuatan akta pendirian yayasan yang ditunjuk serta penyesuaian dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. ”Kepengurusan yayasan keagamaan yang bersifat kolektif kolegial dapat meminimalisir sengketa kepemilikan oleh perorangan. di kemudian hari, imbuhnya.
“Kami siap bersinergi dengan pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya untuk memberikan edukasi dan pendampingan kepada lembaga keagamaan agar proses pengalihan aset ini berjalan tertib, sah, dan tidak menimbulkan polemik,” tambahnya.
LDII juga menekankan bahwa kebijakan ini bukan bentuk pengambilalihan aset oleh badan hukum, melainkan upaya perlindungan hukum terhadap aset keagamaan agar tetap digunakan sesuai peruntukannya. Dengan kepastian status hukum, lembaga keagamaan dinilai akan lebih mudah mengakses program pembinaan, bantuan, maupun kerja sama yang sah dan berkelanjutan.
“Di samping itu, tujuan utamanya adalah menjaga keberlangsungan dakwah, pendidikan, dan pelayanan sosial umat. Pengelolaan aset yang profesional dan legal akan memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga keagamaan,” tutupnya.












