Tegal (21/7). Ketua DPD LDII Kabupaten Tegal, Wijiyanto, didampingi Ketua Bagian Dakwah Abd. Muin, menghadiri kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Tegal. FGD tersebut mengusung tema “Penguatan Deteksi Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan” dan berlangsung di Aula Kantor Kemenag Kabupaten Tegal, Jawa Tengah pada Senin (15/7/2025).
Tiga organisasi kemasyarakatan (ormas) besar di Kabupaten Tegal, yaitu Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan LDII, turut hadir dalam kegiatan ini. Selain itu, Ketua Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRI) dan Ketua Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia (IPARI) Kabupaten Tegal juga mengikuti kegiatan tersebut.
Ketua DPD LDII Kabupaten Tegal, Wijiyanto, menyampaikan apresiasi kepada Kemenag atas terselenggaranya forum tersebut. Ia menilai kegiatan ini sebagai sarana memperkuat tali silaturahmi antarumat beragama di Kabupaten Tegal.
“Kegiatan seperti ini sangat bermanfaat. Melalui silaturahmi ini, kita bisa saling ta’aruf (mengenal), dilanjutkan dengan tafahum (memahami), kemudian ta’awun (saling menolong), dan pada akhirnya menuju tafakul (saling menjamin). Dengan demikian, kita bisa bersinergi menjaga kerukunan baik intern maupun antar umat beragama,” ujar Wijiyanto.

Wijayanto juga menyambut baik inisiatif Kementerian Agama Kabupaten Tegal yang telah memfasilitasi forum diskusi lintas ormas ini. Kegiatan seperti ini, lanjutnya, sangat penting sebagai wadah komunikasi dan tukar pikiran antarormas keagamaan, agar dapat bersama-sama menjaga kondusivitas sosial, khususnya di wilayah Kabupaten Tegal.
“Dengan adanya forum ini, kami dapat lebih memahami sudut pandang masing-masing ormas dalam menyikapi isu-isu sosial keagamaan, sekaligus membangun komitmen bersama dalam memperkuat moderasi beragama dan menjaga keutuhan NKRI,” ungkap Wijayanto.
LDII Tegal memandang kolaborasi lintas ormas sangat diperlukan di tengah masyarakat yang majemuk seperti saat ini, “Melalui komunikasi yang baik, kami berharap setiap potensi konflik sosial keagamaan dapat dideteksi lebih awal dan diselesaikan dengan cara-cara yang bijak, damai, dan menjunjung tinggi prinsip musyawarah,” tuturnya.
Sebagai informasi, FGD ditutup dengan penandatanganan komitmen bersama dari seluruh peserta. Komitmen tersebut memuat beberapa poin, di antaranya: tetap setia kepada Pancasila, UUD 1945, memelihara Bhineka Tunggal Ika, menjaga keutuhan NKRI, memupuk rasa toleransi, mempererat hubungan antarormas keagamaan, menghindari kekerasan dalam penyelesaian konflik keagamaan, serta menghormati kearifan budaya lokal yang hidup di masyarakat.