Kediri (21/12). Sekitar 500 santri Pondok Pesantren (Ponpes) Wali Barokah Kediri, bersama para santri dari pondok-pondok pesantren di Kota dan Kabupaten Kediri lainnya, mengikuti seminar kesehatan bertema Basic Life Support (BLS) atau Bantuan Hidup Dasar. Kegiatan tersebut digelar di gedung DMC Ponpes Wali Barokah, pada Selasa (16/12).
Acara tersebut menghadirkan narasumber dari Dinas Kesehatan Kota Kediri dan Forum Komunikasi Kesehatan Islam (FKKI). Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian Road to MUSDA ke-7 LDII Kota Kediri, yang dijadwalkan berlangsung keesokan harinya dan akan dibuka langsung oleh Wali Kota Kediri. Seminar ini bertujuan membekali santri dengan pengetahuan dasar penanganan kegawatdaruratan medis, sebelum bantuan tenaga kesehatan tiba di lokasi.
Ketua DPD LDII Kota Kediri sekaligus Wakil Ketua Pondok Pesantren Wali Barokah Kediri, Agung Ryanto menegaskan pemahaman mengenai BLS sangat penting, karena berkaitan langsung dengan keselamatan jiwa, “Basic Life Support ini sebetulnya wajib diketahui semua orang. Ketika di lapangan kita menemui orang pingsan, henti jantung, atau kondisi darurat lainnya, harus tahu langkah pertama apa yang dilakukan sebelum tenaga medis datang,” ujarnya.
Menurut Agung Ryanto, santri dipilih sebagai peserta karena ke depan mereka akan terjun langsung ke tengah masyarakat sebagai mubaligh dan mubalighot. Dengan bekal tersebut, santri diharapkan memiliki keberanian dan kesiapsiagaan dalam menghadapi situasi darurat, “Harapan kami, santri-santri ini punya bekal pengetahuan dan keberanian untuk bertindak. Minimal bisa melindungi diri sendiri, dan lebih jauh bisa membantu orang lain dalam kondisi darurat,” tambahnya.
Sementara itu, narasumber dari Dinas Kesehatan Kota Kediri, Emmy Widiastuti, selaku promotor kesehatan, menjelaskan bahwa materi seminar tidak hanya berfokus pada BLS, tetapi juga mencakup Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), “Kami ingin pesan kesehatan ini sampai ke lingkungan pondok pesantren. Tidak hanya soal pengobatan, tetapi lebih pada upaya promotif dan preventif untuk menekan angka kesakitan serta biaya pengobatan,” jelasnya.
Ia juga menyoroti tingginya kasus penyakit jantung yang sebenarnya dapat dicegah melalui pola hidup sehat. Karena jumlah peserta yang cukup besar, praktik BLS dilakukan secara terbatas melalui perwakilan peserta. Dalam kesempatan yang sama, Haris Setiawan Kusumaningratdari Balai Besar Kekarantinaan Kesehatan Surabaya menyampaikan pentingnya pembekalan BLS bagi santri, “Santri Wali Barokah ini nantinya akan ditugaskan ke berbagai daerah di seluruh Nusantara. Mereka memiliki potensi besar untuk menjadi edukator sekaligus promotor kesehatan masyarakat,” ungkapnya.
Ia menambahkan kejadian kegawatdaruratan kardiovaskular dapat terjadi kapan saja, dan di mana saja tanpa memandang usia. Oleh karena itu, kecepatan penanganan menjadi faktor penentu keselamatan, “Enam hingga sembilan menit pertama sangat menentukan keselamatan pasien. Semakin cepat pertolongan dasar diberikan, semakin besar peluang untuk selamat,” tegasnya.
Dari sisi layanan kegawatdaruratan, Koordinator Layanan Gawat Darurat Medis 119 Dinas Kesehatan Kota Kediri, Andrianto, mengaitkan materi BLS dengan sistem layanan darurat yang telah tersedia di Kota Kediri, “Saat ini Kota Kediri memiliki layanan 112 yang terintegrasi. Jika berkaitan dengan kondisi medis, laporan akan langsung diteruskan ke 119 dan rumah sakit rujukan,” jelasnya.
Ia menyebutkan bahwa sejak layanan 112 diaktifkan, jumlah laporan kedaruratan meningkat hingga tiga kali lipat, menunjukkan tingginya kebutuhan masyarakat terhadap respons cepat, “Sebelum tenaga medis tiba di lokasi, kami berharap sudah ada masyarakat atau relawan yang memiliki kemampuan dasar BLS, sehingga masa emas penanganan tidak terlewat,” pungkasnya.













