Body shaming atau tindakan mengomentari dan merendahkan bentuk tubuh seseorang, baik diri sendiri maupun orang lain, adalah masalah yang sering terjadi di masyarakat. Seorang Konselor Keluaga, Dian Alia Putri menjelaskan, tindakan body shaming dapat menyerang harga diri seorang dan citra yang dimiliki mengenai tubuhnya.
“Orang yang menjadi korban body shaming kerap merasa tidak berdaya untuk melakukan apapun terhadap serangan itu, karena keadaan fisik atau tubuhnya bukan sesuatu yang sepenuhnya dapat dia kendalikan. Padahal, manusia mendapatkan anugerah yang berbeda-beda dari penciptaNya,” terangnya.
Dian menyakinkan bahwa sejatinya setiap ciptaan Tuhan adalah baik dan indah. Tapi keyakinan tersebut dirusak dengan adanya penilaian yang seringkali tidak adil terhadap keadaan tubuh seseorang.
“Akibatnya korban body shaming bisa menjadi tidak percaya diri, merasa dirinya tidak cukup baik, tidak bisa memenuhi standar sosial, yang sering tidak jelas batas kualifikasinya sehingga mengganggu fungsi sosial dan menghambat pengembangan dirinya,” jelasnya.
Dian yang memiliki pengalaman 20 tahun di bidang konseling tersebut memberikan bebrapa saran kepada korban body shaming untuk bangkit dan mengubahnya jadi energi positif. Pertama, pilahlah komentar orang lain yang bisa diterima untuk menjadi masukan berharga.
“Ingat bahwa body shaming adalah opini dan sifatnya subyektif. Contohnya seseorang bisa menilai bentuk tubuh tertentu tidak baik, tapi orang lain bisa sangat menyukai bentuk tubuh tersebut. Opini bukan fakta, berarti sifatnya tidak mutlak,” ujarnya.
Ia menyarankan untuk lebih fokus mendengarkan masukan lain yang lebih bermanfaat untuk pengembangan diri dan bisa diupayakan. Contohnya masukan tentang cara memadu padankan busana, atau menyesuaikan tata rias wajah dengan acara yang akan dihadiri, dan semacamnya.
“Kedua, ada baiknya mulai berpikir untuk mengembangkan kualitas pribadi bukan dari segi penampilan fisik. Misalnya meningkatkan amalan akhlak yang baik sehingga kebiasaan baik tersebut tertanam menjadi karakter diri. Jadilah teman bergaul yang baik hati dan peduli kepada sesama. Jadilah pimpinan yang mau mendengarkan pendapat bawahannya. Jadilah rekan kerja yang bertanggung jawab, kooperatif dan komitmen untuk berkontribusi optimal pada kinerja tim,” terangnya.
Anggota Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga (PPKK) DPP LDII tersebut menambahkan, jika kritik yang disampaikan berhubungan dengan peforma diri, maka ada baiknya untuk didengar, disimak dan menjadi bahan evaluasi diri. Tanyakan pada diri, apakah masukan tersebut ada benarnya.
“Kritik disampaikan kepada kita kemungkinan karena si penyampainya masih punya kepedulian kepada kemajuan diri kita. Jadi dengarkan, terima, evaluasi diri dan lakukan perbaikan yang diperlukan,” tutupnya. (Nabil)