Nganjuk (17/11). Ketua DPW LDII Jawa Timur, Moch Amrodji Konawi, menegaskan pentingnya pembekalan wawasan kebangsaan bagi para santri. Terkait pembekalan tersebut, pihaknya mengundang Kodam V/Brawijaya, untuk memberikan materi wawasan kebangsaan di Pondok Pesantren Al Ubaidah, Nganjuk, Jawa Timur pada Jumat (14/11/2025).
Menurutnya, Indonesia sebagai negara majemuk menuntut para santri memiliki kesiapan menghadapi perbedaan budaya, bahasa, dan agama ketika mereka terjun ke tengah masyarakat. Amrodji menilai santri saat ini menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Derasnya arus informasi digital, penyebaran paham keagamaan yang ekstrem, hingga lemahnya literasi kebangsaan menjadi persoalan yang perlu mendapat perhatian.
“Banyak santri masih kesulitan membedakan informasi valid dan hoaks, termasuk isu sensitif yang berpotensi memecah belah. Karena itu, pembekalan wawasan kebangsaan sangat penting,” tegasnya.
DPW LDII Jawa Timur, menurut Amrodji memprioritaskan program penanaman wawasan kebangsaan melalui kegiatan di lingkungan pendidikan, masjid, dan pesantren. Merujuk program tersebut, pada Jumat (14/11), Kepala Kelompok Staf Ahli (Kapoksahli) Pangdam V/Brawijaya, Brigjen TNI Singgih Pambudi Arianto memberikan materi wawasan kebangsaan kepada para santri.
“Pembekalan wawasan kebangsaan diperlukan agar para santri memiliki persepsi yang sama sebagai bagian dari bangsa Indonesia dan menumbuhkan semangat menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dakwah yang sejuk juga sangat penting agar tidak terjadi gesekan antarkelompok,” ujarnya.
Lebih lanjut, Amrodji menjelaskan bahwa meskipun santri berasal dari beragam latar belakang budaya, pondok pesantren menjadi ruang pendidikan yang menyatukan mereka. “Bahasa dan perilaku mereka berbeda-beda. Namun, melalui kehidupan pesantren, menerima ajaran Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW, lalu menyebarkannya kembali ke masyarakat, para santri belajar bahwa perbedaan adalah sesuatu yang wajar. Kemajemukan adalah realitas sehari-hari di Indonesia,” jelasnya.
Ia kembali menegaskan komitmen LDII dalam memperkuat pendidikan karakter santri agar memiliki rasa cinta tanah air dan pemahaman terhadap Pancasila. Untuk itu, LDII secara rutin menghadirkan berbagai komponen bangsa ke lingkungan pesantren, mulai dari TNI, Polri, MUI, Kejaksaan Negeri, hingga Kemenag.
“Tujuannya agar para santri memperoleh wawasan yang lebih luas dan memahami kondisi Indonesia secara nyata. Semakin banyak pihak yang mereka kenal, semakin kuat pula kesadaran kebangsaan mereka,” pungkasnya.
Sementara itu, Kapoksahli Pangdam V/Brawijaya, Brigjen TNI Singgih Pambudi Arianto dalam paparannya, menekankan keberagaman merupakan salah satu kekuatan terbesar bangsa Indonesia. Menurutnya, perbedaan suku, budaya, bahasa, dan agama bukanlah pemicu perpecahan, melainkan modal penting untuk memperkuat persatuan.
“Kondisi keberagaman ini terlihat jelas pada anak muda dari berbagai pelosok Nusantara, yang datang dengan semangat yang sama, yaitu menuntut ilmu. Semangat ini merupakan bagian dari solusi terhadap krisis kebangsaan yang kita hadapi saat ini,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa keberagaman bukan hanya soal identitas, tetapi juga sumber inspirasi bagi generasi muda untuk belajar, berkolaborasi, dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa.
Brigjen Singgih menekankan bahwa kualitas pendidikan akan optimal jika disertai kemampuan generasi muda untuk bersosialisasi, memahami perbedaan, dan membangun kerja sama. Dengan kemampuan beradaptasi yang baik, mereka tidak hanya akan sukses secara pribadi, tetapi juga mampu memberi kontribusi nyata bagi persatuan dan kemajuan bangsa.
“Moderasi beragama menjadi kunci utama. Kesadaran menjalankan ajaran agama secara mendalam dan menghargai ajaran agama lain akan membentuk santri yang toleran. Sikap toleran harus dibangun sejak dini agar para santri mampu beradaptasi di tengah keberagaman,” ujarnya.
Brigjen Singgih memberikan pesan khusus agar para santri tetap istiqomah saat kembali ke masyarakat. “Istiqomah adalah hal yang paling berat. Konsistensi dalam menjalankan nilai-nilai yang diperoleh di pesantren tidak selalu mudah. Namun, dengan mengingat petuah dan pesan dari para pengasuh, insyaallah santri bisa tetap istiqomah dan tidak terpengaruh budaya yang tidak sesuai dengan nilai pesantren,” pungkasnya.












