Bogor (11/12/2021). International Institute of Islamic Thought (IIIT) bersama dengan Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar, dan Universitas Al-Azhar Indonesia mengadakan webinar mengenai Kontribusi Cendekiawan Muslim di Asia Tenggara. Mengangkat kisah Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau kerap disapa Buya Hamka dengan tema “Pejuang yang Teguh dan Berhati Lembut, dan kisah Tan Sri Prof. Dr. Syed Muhammad Naguib al Attas.
Webinar ini bertujuan untuk mengungkap perjuangan intelektual Muslim dalam upaya menjaga dan mengembangkan tradisi intelektual Islam dalam upaya menghadapi tantangan era kolonial dan dan pasca kolonial.
Acara yang dimulai pada pukul 08.00 WIB secara daring, diawali dengan pembacaan ayat suci Al Quran oleh Ustaz Muttaqin Nadwah. Lalu sambutan oleh Ustaz Muhammad Habib Chirzin, dan Prof. Dr. Jimly Ashiddiqie, S.H., M.H.
“Webinar tentang bagaimana umat Islam dengan tokoh tokohnya di Asia Tenggara melakukan perlawanan terhadap kolonialisme. Dalam webinar ini, kita akan mengkaji dengan dua tokoh besar yaitu Prof. Dr. Hamka dari Indonesia dan seorang tokoh besar dari Malaysia yaitu Prof. Dr. Tan Sri Syed Muhammad Naguib al Attas,” ucap Ustaz Chirzin dalam sambutannya.
Senada dengan Ustaz Chirzin, Prof. Jimly Ashiddiqie mengatakan, perjuangan dan cita-cita para intelektual muslim tersebut menjadi krusial untuk terus dipelajari secara intens. Kemudian, hal tersebut direvitalisasi sehingga menjadi basis untuk membangun kembali masyarakat kontemporer kita saat ini.
“Topiknya sangat penting untuk mengembangkan kesadaran baru aktivis kita, intelektual kita, kedepan kita harus memperluas jangkawan kita ini untuk dakwah,” ucap Prof Dr. Jimly Ashiddiqie, S.H., M.H. dalam sambutannya.
Prof Jimly menambahkan, Islam akan mengahadapi zaman baru ke depan dan agama islam dibutuhkan perannya.
“Saya selalu menggambarkan, jika kita mempelajari sejarah, semua bangsa muslim dalam sejarah sudah menyumbang peradaban islam yang cukup banyak. Akan tetapi, yang belum ini Bangsa Melayu termasuk Indonesia dan Malaysia. Oleh karena itu, perwakilan kawasan terbesar ya, dua negara ini,” ujarnya.
Diharapkan, kata Prof Jimly, cendekiawan muslim perlu memanfaatkan jasa – jasa tokoh tokoh dakwah. Terutama, ketokohan Buya Hamka yang berhasil menghadapi penjajahan dengan pena dan intelektualitas.
“Tak hanya Buya Hamka, Prof. Najib Al-Attas yang mempersatukan umat kita dari segi intelektual di Asia Tenggara. Ini harus kita teruskan apa yang mereka sudah sumbangkan. Kita juga harus mengevaluasi supaya pusat islam di kawasan nusantara ini terus menyumbang perkembangan yang lebih nyata di masa yang akan datang,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua DPP LDII, Prof. Dr Singgih Tri Yulistiyono mengatakan, saat ekonomi dunia mengalami krisis ekonomi, para cendikiawan Islam memiliki jaringan yang sangat luas untuk memberikan solusi.
“Pemikir Islam sudah memiliki jaringan yang luas dengan negara-negara maju di Timur Tengah. Sehingga, masyarakat Indonesia di zaman Hindia Belanda, dapat mengatasi krisis ekonomi pada saat itu,” ujarnya.
Prof. SInggih mengharapkan, pemerintah dapat melanjutkan cita-cita Pancasila dan UUD 1945.
“Tugas pemerintah berusaha untuk merealisasi amanah yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Di antaranya, pemerintah dapat melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial,” pungkasnya. (Chafida/Wicak)